Senin, 03 Maret 2014

BUTA HURUF (tidak dapat membaca) DISURUH MEMILIH deper, emper dan pepede, presedeng, gubernung, bupating/walikutang/???




Menurut logika sederhana (orang  desa seperti saya) maka memilih adalah suatu perbuatan mengambil atau menentukan sesuatu yang dianggap sesuai dengan kesukaan (yg dikehendaki).

Dengan demikian perbuatan memilih baru akan dapat dilakukan apabila  MENGENAL apa dan atau siapa yang akan dipilih itu.

Dalam hubungannya dengan Pemilihan Umum maka tentu pemilih wajib MENGENAL dan MENGETAHUI  antara lain :

1.       Pengertian PEMILIHAN UMUM
2.       Pemilihan Umum itu untuk keperluan apa? (apakah untuk anggota DPD, DPR, MPR, Walikota, Bupati, Gubernur, Presiden)
3.       Mengerti atau mengenal apa yang dimaksud dengan jabatan anggota DPD, DPR, MPR, Walikota, Bupati, Gubernur, Presiden
4.       Mengenal siapa yang akan dipilih untuk jabatan tersebut.

Untuk mengenal hal-hal disebut dalam poin 1 s/d 4 syarat MINIMAL ialah DAPAT MEMBACA dan DAPAT BERBAHASA INDONESIA.

Memenuhi SYARAT MINIMAL tersebut belum dapat dijadikan dasar dan alasan tentang SAH apalagi meminta pertanggungan jawab Hukum dari dan oleh karena  PILIHAN dalam PEMILIHAN UMUM itu.

Sebelum lebih lanjut mempertanyakan dan atau bertanya apakah PEMILIH mengerti apa itu DPD, DPR, MPR, Walikota, Bupati, Gubernur, Presiden, maka tanya dan periksalah syarat minimal yakni MEMBACA (tidak buta huruf-aksara)??? 

Dan apakah PEMILIH dapat berbahasa Indonesia.

Apakah semua anggota masyarakat (rakyat) yang masuk dalam daftar pemilih sudah dapat membaca dan berbahasa Indonesia???

Menurut fakta sesuai dengan pemberitaan :

Dinas Pendidikan DKI Jakarta mencatat, penyandang buta aksara di Ibukota sebanyak 0,7 persen atau sekitar 67 ribu jiwa dari jumlah total penduduk DKI Jakarta yang mencapai 9,5 juta jiwa.


3.       Di Klaten :
Dari total jumlah penduduk yang di atas 1,2 juta jiwa, Dinas Pendidikan mencatat masih ada 105.984 orang yang belum melek huruf dan tersebar di desa-desa di 26 kecamatan di Klaten.

Di Sumatera Utara:
Sebanyak 274.929 orang atau 3,4% warga Sumut usia 15 tahun ke atas masih buta aksara. Jumlah terbanyak berada di Kabupaten Nias, Nias Selatan, Asahan, Simalungun, Deliserdang, Tapanuli Tengah, dan Langkat. Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun 2007 yang berjumlah 290.000 orang.

Bagaimana di  Pulau Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya (Papua)? Apakah  semua masyarakat yg masuk dalam daftar pemilih sudah dapat membaca dan berbahasa Indonesia???

Sebab tidak tertutup kemungkinan ditempat lain dalam Wilayah Hukum NKRI selain disebut paa pemberitaan di atas masih banyak Masyarakat yang masuk dalam daftar PEMILIH namun tidak dapat MEMBACA dan TIDAK DAPAT BERBAHASA INDONESIA

Sangat dimungkinkan, apabila Pemilih yang masuk dalam daftar pemilih (Masyarakat Adat pada daerah tertentu) ditanya atau jika mendengar perkataan DPD disangka/dianggapnya bis angkutan umum damri, MPR disangkanya/dianggap  EMPER (teras rumah) atau EMBER, DPR disangkanya DAPUR, gubernung, bupating, atau presideng dsb.

Apa HUKUM (akibat Hukum) nya jika melakukan sesuatu TANPA PENGETAHUAN dan atau  TANPA KESADARAN???

MENGETAHUI  saja TIDAK,  bagaimana dapat SADAR dan MENYADARI ???

Bagaimana caranya meminta PERTANGUNGAN JAWAB HUKUM akan sesuatu YANG TIDAK DIKETAHUI dan TIDAK DISADARI???

Sesuai dengan fakta-fakta tentang tetang masih banyaknya jumlah Rakyat Indonesia yang masih btauta huruf (tidak dapat membaca dan menulis).

Selain tidak dapat membaca dan menulis pasti masih banyak Rakyat Indonesia (dewasa) masuk dalam daftar pemilih TIDAK DAPAT BERBAHASA INDONEIA, TIDAK MENGERTI TUGAS, FUNGSI, TANGGUNG JAWAB SERTA PENGERTIAN PRESIDEN, BUPATI, WALIKOT, DPR, DPD maupun MPR.

Sehingga dengan demikian apabila Rakyat Indonesia yang demikian (TIDAK DAPAT MEMBACA DAN MENULIS, TIDAK DAPAT BERBAHASA INDONESIA-TIDAK MENGERTI TUGAS  JABATAN ORANG YANG AKAN DIPILIH UNTUK ITU, TIDAK MENGENAL ORANG YANG DIPILIH) diikutkan dalam pemilihan umum dimaksud tentu keadaan demikian adalah TIDAK SAH setidak-tidaknya TIDAK MEMPUNYAI NILAI YANG MENGIKAT SECARA HUKUM setidak-tidaknya TIDAK LAYAK dan TIDAK PATUT.

Apakah hendak menjerumuskan, menyesatkan???
Apakah masih bersikukuh, ngotot mengatakan SAH???
Ataukah MASIH MENGAKU PINTAR padahal ternyata BODOH bahkan paling tolol dari yang paling GOBLOK???

Apakah masih NGOTOT mengatakan SAH, LEGAL, KONSTITUSIONAL???



  • Menyuruh orang melakukan yang tidak DIKETAHUI dan TIDAK DIMENGERTI oleh orang yang disuruh dekat (BERKUALIFIKASI-PATUT DIDUGA) sebagai perbuatan MENYESATKAN atau perbuatan yang bertentangan dengan Hukum. TIDAK LAYAK dan TIDAK PATUT.

Sesungguhnya mengatakan sesuatu SAH padahal TIDAK SAH, mengatakan HALAL padahal HARAM adalah DEKAT DENGAN PERBUATAN MENYESATKAN yang HUKUMANNYA SUDAH TERTULIS yakni MATI atau DIMATIKAN.

Segeralah Waras Sebelum terlambat !!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar