Jumat, 28 Maret 2014

AMANDEMEN UUD 1945 PATUT DIDUGA SEBAGAI KEJAHATAN PELANGGARAN HAM BERAT (GENOSIDA)







Pelanggaran HAM berat yang terdapat dalam amandemen/perubahan UUD 1945 dapat dilihat dari amandemen Pasal 6 ayat 1 yang menghapuskan ketentuan mengenai  Orang Indonesia asli.

Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 yang ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 jo.Dekrit Presiden 5 Juli  1959 menentukan :

Presiden ialah Orang Indonesia asli. 

Rumusan atau AKSARA Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 tersebut  sangat sederhana akan tetapi jelas dan tegas serta mudah dimengerti.

Rumusan demikian adalah antara lain ciri atau sifat serta SYARAT dari Rumusan Hukum yang baik dan benar.

Lalu bandingkanlah rumusan UUD 1999-2002 yang mereka sebut amandemen/perubahan itu.

Kita ambil saja satu pasal yakni Pasal 6 A ayat (3)

Marilah memperhatikan redaksi perubahan/amandemen Pasal 6 A ayat (3) yang merupakan perubahan/amandemen terhadap Pasal 6 ayat (1) UUD 1945.

Pasal 6 A ayat (3)       UUD 1999-2002

Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Apakah pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan ketentuan pasal 6 A ayat (3) tersebut?

Lalu bandingkanlah dengan rumusan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945.

Selain sulit dimengerti, amandemen yang sesungguhnya adalah PENGGANTI, yakni (Pasal 6A ayat (3) menghapuskan/menghilangkan (MENGGANTI) Pasal 6 ayat (1) yang menentukan : PRESIDEN IALAH ORANG INDONESIA ASLI

Pasal 6 ayat (1) UUD 1945  Menentukan bahwa Presiden ialah Orang Indoneai asli. Ketentuan tersebut TIDAK MEMBENARKAN Orang/Bangsa selain Orang atau Bangsa Indonesia asli menjadi Presiden Indonesia.

Orang/Bangsa Aborigin atau keturunannya, orang/bangsa Cina/Tionghoa atau keturunannya, Orang/Bangsa  Israel atau keturunannya, Orang/Bangsa Jerman atau keturunannya TIDAK DIBENARKAN MENJADI PRESIDEN INDONESIA oleh Pasal 6 ayat (1) UUD 1945

Berbeda dengan amandemen (pasal 6 A ayat 3 ) yang membenarkan dan tidak melarang bangsa manapun menjadi Presiden Indonesia (calon Presiden tentu yang menjadi Presiden setelah menang pemilu/mendapat suara terbanyak).

Pasal 6 A ayat (3) itu tidak melarang atau tidak membatasi bangsa setan atau bangsa ular menjadi Calon Presiden yang tentu menjadi Presiden apabila menang pemilihan umum/memperoleh suara terbanyak pada Pilpres secara langsung).

Meniadakan atau mengabaikan atau tidak menentukan kebangsaan seseorang yang akan menjadi Presiden Indonesia adalah suatu kebodohan yang melampaui batas.

Jika yang melakukan amandemen tidak memahami status dan kedudukan hukum suatu bangsa dan negara atau tidak memahami hubungan antara suatu bangsa dan negara, maka dengan demikian secara materil amandemen itu adalah suatu yang TIDAK SAH, karena dilakukan tanpa suatu pemahaman, kesadaran yang benar atau tanpa pertimbangan logika atau tanpa dasar yang logis. 


Dengan perkataan lain Amandemen/perubahan UUD 1945  dilakukan oleh orang-orang yang TIDAK MEMPUNYAI KUALITAS untuk melakukan amandemen.


Keadaan mana sesungguhnya bukan hanya sekedar membenarkan orang atau bangsa asing selain Orang atau Bangsa Indonesia asli menjadi Presiden Indonesia, akan tetapi patut diduga PENGGANTIAN ketentuan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 sebagai perbuatan meniadakan atau memusnahkan atau menghapuskan orang atau Bangsa Indonesia asli.

Penghapusan atau peniadaan atau pemusnahan orang atau Bangsa Indonesia asli dari Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 patut diduga sebagai kejahatan kemanusiaan atau pelanggaran berat Hak Azasi Manusia yakni Kejahatan genosid. Legalisasi Pembunuhan/Pemusnahan Orang Indonesia asli atau Pribumi/Bumiputra.

Amandemen pasal 6 A ayat 3 Tidak memperhatikan kebangsaan seseorang calon presiden, melainkan hanya menentukan berstatus sebagai warga negara Indonesia.

Dan paling aneh dan spesifik (lebih khusus) amandemen itu membenarkan orang yang mempunyai kewarganegaraan lain (kewarganegaraan ganda) bukan oleh karena kehendak orang yang yang bersangkutan/calon presiden itu.

Kewarganegaraan ganda demikian terjadi bagi setiap orang cina/tionghoa sesuai dengan azas kewarganegaraan yang dianut oleh RRC yakni azas Ius Sanguinis (kewarganegaraan berdasarkan garis keturunan/darah).

Sesuai dengan prinsip kewarganegaraan yang dianut oleh RRC/T maka setiap orang cina/tionghoa dimanapun dan warganegara manapun secara otomatis (bukan karena penerimaan/kehendak orang yang bersangutan) adalah Warga Negara RRC/Tiongkok.



“semua warga negara Indonesia keturunan Tionghoa juga dianggap sebagai warga negara RRC.Status kewarganegaraan ganda dari orang Tionghoa sudah ada jauh sebelum Republik Indonesia lahir.” 



Dr.Leo Suryadinata, DILEMA MINORITAS TIONGHOA, Terjemahan bahasa Indonesia oleh PT.Grafiti Pers, Juni 1984

Dengan perkataan lain,  fakta menunjukkan bahwa amandemen pasal  6 Ayat (1) juga tidak jauh dari suatu pembenaran (legalisasi)  perbuatan menjadikan tamu  menjadi tuan rumah  sedangkan Tuan Rumah dijadikan tamu dan diperbudak.Keadaannya dekat dengan Legalisasi Penjajahan.



Bahkan yang lebih keji, penggantian atau Penghapusan atau Peniadaan Ketentuan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 (Presiden ialah Orang Indonesia asli)  dekat dengan menghilangkan atau meniadakan atau menghapuskan atau memusnahkan Tuan Rumah yaitu ORANG INDONESIA ASLI. Penghapusan/Pemusnahan Bumiputra atau Pribumi.





Perubahan/Penggantian ketentuan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 dengan ketentuan Pasal 6 A ayat (3) UUD 1999-2002 sesungguhnya LEBIH KEJAM, LEBIH BIADAB daripada Penjajahan Inggris atau Belanda atau Jepang sebab  Penjajah Inggris atau Belanda masih mengakui BUMIPUTRA atau PRIBUMI yang mereka sebut INLANDER





 Oleh karena itu,  amandemen/perubahan atau penggantian Pasal 6 ayat (1 ) UUD 1945 berpotensi atau patut diduga sebagai PELANGGARAN H.A.M BERAT (kejahatan genosida yakni pemusnahan Orang/Bangsa Indonesia asli atau Bumiputra atau Pribumi.



Padahal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sudah mempunyai Ketentuan tentang  Perlindungan dan Penghormatan Hak-Hak Masyarakat Pribumi.





Ruar biasa amandemen/Penggantian Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 menjadi Pasal 6 A ayat 3.

Akan tetapi justru keadaan itu semakin memperjelas dan mempertegas siapa “dalang” amandemen UUD 1945.

Amandemen pasal  6 Ayat (1) juga tidak jauh dari suatu pembenaran (legalisasi)  perbuatan menjadikan tamu  menjadi tuan rumah, sedangkan Tuan Rumah dijadikan tamu dan diperbudak. Bagai legalisasi penjajahan.

Bahkan yang lebih keji dekat dengan menghilangkan atau meniadakan atau menghapuskan atau memusnahkan Tuan Rumah yang sebenarnya. Penghapusan Bumiputra.

Sesungguhnya amandemen Pasal 6 ayat 1 UUD 1945 berpotensi atau patut diduga sebagai PELANGGARAN H.A.M BERAT (kejahatan genosida - pemusnahan suatu bangsa atau suku). Tidak jauh dari legalisasi pembunuhan massal/penghapusan suatu bangsa.

Atau setidak-tidaknya tidak jauh dari perbuatan, membuat tamu  menjadi tuan rumah, sedangkan Tuan Rumah dijadikan tamu dan diperbudak.

Jadi jangan terkecoh bila ada yang mengatakan amandemen itu kepentingan AS dengan alasan adanya dana yang berasal dari AS untuk melakukan amandemen, dan lain-laian alasan seolah-olah ilmiah.
Jikakalau benar dana itu ada maka periksa, apakah dana itu dari pemerintah atau LSM/organisasi non pemerintah.

Jika dana itu dari LSM maka periksa siapa donatur LSM tersebut.Sebab para cukong itupun bermain dimana-mana tidak kecuali di AS karena AS juga adalah sasaran penghancuran para cukong atau antek-antek komunis.

Perlu diketahui bahwa setelah runtuhnya komunis USSR (perang dingin AS-Soviet) maka komunis cina/tiongkok menjadi Komunis Paling Besar di dunia, “pemegang tongkat komando komunis internasional”

Dunia sudah mengakui bahwa AS dan sekutunya adalah musuh bebuyutan komunis.

Mari belajar cerdas.

Jangan mudah terjebak atau dipermainkan oleh siapapun.
Jangan menjadi bangsa tukang fitnah, sebab fitnah hukumnya lebih kejam dari pembunuhan.
Arif dan bijaksanalah.

Dalam Kitab Suci ada tertulis :Pohon akan dikenali dari buahnya.

Seorang WALI SONGO yakni SUNAN AMPEL ber wasiat (berpesan) :

Moh Limo (Jangan/Tidak Lakukan Lima Perkara/Hal) yakni :

1.      Moh Main (JANGAN/TIDAK BERJUDI)
Perhatikan siapa pelaku bisnis/cukong/bandar judi di Indonesia?
2.      Moh Ngombe (JANGAN/TIDAK MABOK-MABOKAN)
Perhatikan siapa Pelaku Bisnis/cukong bisnis HIBURAN/DISKOTIK,CLUBBING di Indonesia?
3.      Moh Maling atau tidak mau mencuri.
Perhatikan siapa pelaku bisnis pengemplang BLBI, Century, Illegal Loging, Pengemplang pajak (konglomerat hitam) di Indonesia 
4.      Moh Madat atau tidak mau menghisap candu, ganja, narkoba dan lain-lain.
Perhatikan siapa cukong/bandar pengedar gelap narkoba di Indonesia???
5.      Moh Madon atau tidak mau berzina. (prostitusi)
Perhatikan siapa cukong/mucikari (rumah bordil), perdagangan manusia (wanita-2 muda) dengan berbagai modus seperti kebugaran di bangunan-2 mewah hingga hotel berbintang di Indonesia?

Jangan mudah terjebak atau dipermainkan oleh siapapun.

Juga jangan mempermainkan atau menipu siapapun sebab sesungguhnya sudah ada tertulis, 'TIDAK SEORANGPUN MANUSIA MAMPU MENIPU atau MENGANIAYA ORANG LAIN kecuali HANYA MENIPU atau MENGANIAYA DIRI SENDIRI.

Jangan mudah menuduh tanpa fakta (bukti yang nyata).

Jangan menjadi bangsa tukang fitnah, sebab fitnah hukumnya lebih kejam dari pembunuhan.

ARIF dan BIJAKSANALAH maka Insya ALLAH dapat BERKAH DARI ALLAH SWT TUHAN YANG MAHA PEMURAH lagi MAHA PENGASIH.

Dengan demikian, InsyaAllah berinsyaf kepastian dengan Rahmat dan Ridho ALLAH SWT maka RAYA INDONESIA

MERDEKA!!!!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar