Senin, 01 Juni 2009

PANCASILA YANG DIANGGAP SEPI

“Pancasila dasar Negara,
Rakyat Adil makmur sentosa,
Pribadi bangsaku,
Ayo maju-maju,
Ayo maju-maju,
Ayo maju-majuuu.”

Sepertinya demikian sebagian syair dari lagu Garuda Pancasila.

Jika tidak salah, Pancasila yang lahir pada tanggal 1 Juni 1945, pada suatu ketika Dr.Ir.Soekarno (Bung Karno), Presiden pertama Republik Indonesia pernah menawarkan Pancasila sebagai ideology dunia, karena dianggap lebih baik dari San Min Chui nya Dr.Sun Yat Tsen (China), lebih baik dari komunismenya Soviet Rusia, lebih baik dari kapitalismenya eropah atau liberalismenya Amerika

Barangkali secara alamiah, setiap manusia mempunyai karakteristik sendiri-sendiri sebagai individu. Sepertinya tak ada satu manusia yang sama percis dan sebangun dengan manusia yang lain dalam ruang dan waktu yang bersamaan sekalipun mereka dilahirkan kembar.
Karakteristik itu sepertinya harus dihormati dan diakui oleh siapapun.Barangkali karakteristik tersebut juga termasuk dalam ruang lingkup hak azasi yang harus dihormati dan dihargai oleh siapapun.

Perbedaan itu barangkali terjadi oleh karena berbagai faktor.Dan mungkin didalamnya termasuk faktor waktu, lingkungan, serta faktor genetik.

Kemudian karakterisitik individu tersebut juga akan mempengaruhi pola hidup individu yang bersangkutan dalam perkembangan hidup dan kehidupannya.Termasuk didalamnya sikap dan perilaku dalam mempertahankan hidup dan kehidupan itu serta cita-cita dan cara-cara yang ditempuhnya dalam rangka pencapaian cita-cita dan atau tujuannya dan dalam interaksi sosialnya.

Demikian pula halnya tentang negara.Sepertinya tak satupun negara didunia ini yang persis sama dan serupa, "sama dan sebangun" dengan negara yang lain.

Adanya perbedaan itu sepertinya juga tak jauh beda dengan perbedaan setiap manusia sebagai individu tersebut diatas.Perbedaan itu antara lain dapat terjadi oleh karena, perbedaan waktu dan ruang termasuk didalamnya, budaya, sejarah, letak geografis wilayah masyarakat bangsa yang membentuk dan atau mendirikan negara itu.

Namun demikian dalam keadaan normal, sepertinya tak seorang pun manusia didunia ini senang dan mau diperlakukan tidak adil.

Sehingga dengan demikian, apapun pandangan hidup dan atau ideology suatu bangsa dan Negara, tak satu bangsa dan Negara pun yang mau dan menerima diperlakukan tidak adil. Dan oleh karena itu sepertinya ada suatu nilai atau keadaan yang sama-sama atau harus diakui oleh setiap manusia, bangsa atau negara didunia.

Barangkali perbedaan ini termasuk dari bagian kodrati, hukum alam. Dan barangkali tak ada satu kemampuan untuk menyadakannya kecuali Sang Pemilik Kekuatan dan Kekuasaan Yang Maha Besar itu.

Oleh karena itu apabila ada bangsa atau negara

Demikian pula halnya manusia Indonesia yang kemudian menegara sebagai bangsa yakni Bangsa Indonesia.

Tentulah negara yang dibentuk oleh rakyat Indonesia itu akan dipengaruhi oleh individu masyarakyat Indonesia.

Karakteristik individu rakyat Indonesia itu kemudian tentu akan mempengaruhi kultur politiknya yakni keseluruhan paduan dari nilai, keyakinan empiric (keyakinan fundamental yang dihayati masyarakat mengenai sifat hakekat dari system politik yang dianggap memadai dengan pandangan hidup masyarakat yang bersangkutan) dan lambang-lambang ekspresif.

Keyakinan empirik sangat fundamental sehingga biasanya tak terumuskan secara eksplisit melainkan berupa asumsi-asumsi dan postulat yang bersangkutan dengan politik. Keyakinan emprik ini seyogianya terwujud secara lebih rinci dalam segala bentuk aturan dan peraturan hukum. Merupakan dan menjadi sumber dari segala sumber hukum.

Untuk Indonesia yang dimaksud dengan nilai ialah keseluruhan nilai yang yang terdapat dan terkandung didalam Pancasila dan UUD 1945.Keseluruhan nilai yang telah disepakati itulah yang mengikat seluruh masyarakat tetap bersatu.

Nilai-nilai yang terkadung dan terdapat (inplisit dan eksplisit) Pancasila dan UUD 1945 bersifat integralisitik, memadai dengan sifat religius, pola kekeluargaan kehidupan masyarakat Indonesia.

Sebagai perbandingan dapat dilihat bahwa nilai-nilai individualistic dari filsafat individualisme memadai dengan pola kehidupan negara-negara liberal.Demikian pula nilai-nilai kolektivistik dari filsafat meterialisme, dialektik, memadai dengan pola totaliter kehidupan masyarakat dan negara komunis.
Untuk masyarakat Indonesia keyakinan fundamental telah terumus rapi dan tertuang dalam Pancasila yakni :

1.KETUHANAN YANG MAHA ESA
2.KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
3.PERSATUAN INDONESIA
4.KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN
5.KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
yang terkristal dan dirumuskan pada tanggqal 1 Juni 1945 yang pula telah disepakati sebagai dasar negara yang akan didirikan itu (rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Dengan keyakinan akan kebenaran Pancasila, maka manusia ditempatkan pada keluruhan harkat dan martabat sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran untuk mengemban kodratnya sebagai mahluk pribadi dan sekaligus mahluk social.
Kodrat itu ditentukan oleh Tuhan termasuk pada manusia, bukan sekedar hasil amatan indera manusia, bukan pula hasil renungan metafisik fikiran manusia.

Lebih dalam lagi, manusia itu telah dikodratkan sebagai rohaniah dan jasmaniah, sebagai mahluk pribadi sekaligus mahluk social.

Manusia yang baik adalah manusia yang dapat menjaga keseimbangan kepentingan rohani dan jasmani, kepentingan individual dan social.
Keselarasan dan Keseimbangan antara kepentingan tersebut patut disebut sebagai awal kebahagiaan hidup.

Patut diyakini, kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dan masayarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan manusia dengan Tuhan, maupun dalam mengejar kemajuan jasmaniah dan kebahagiaan rokhaniah.

Apabila dikaji secara jernih dan mendalam sepertinya nilai dan urutan nilai-nilai yang terdapat dan terkandung dalam Pancasila itu bersifat universal.

Bagi manusia yang percaya dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa , tentulah meyakni bahwa awal dan sumber dari segala kehidupan yanf terdapat dalam jagat raya, langit dan bumi berserta isinya adalah ciptaan dan/atau dari Tuhan Yang Maha Esa. Dia lah awal.Dia lah yang pertama.Pula seharusnyalah kembali kepada-Nya. Oleh karena itu Ketuhanan, baik mengenai sifat keadaan Tuhan, segala sesuatu yang mengenai Tuhan Allah yang hanya satu, Ilmu mengenai keadaan Tuhan dan agama, dasar kepercayaan (kebaktian) kepada Tuhan Yang Maha Esa berada pada posisi yang pokok dan utama, ke-satu. Adanya langit dan bumi adalah karena adanya Ketuhanan yakni Tuhan Yang Maha Esa, Allah yang hanya satu (1).Dia yang Maha Suci, Maha Sempurna, Maha Pengasih, Maha Pemurah, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, Maha Benar dan Maha Adil.Dia lah Yang Maha Tinggi, maka Ketuhanan Yang Maha Esa itu adalah dasar yang Pertama, Kesatu (ke-1)

Patut dan layak apabila Tuhan Yang Maha Esa mempunyai maksud dan tujuan menciptakan semesta alam, jagat raya ini.Demikian pula halnya dengan penciptaan manusia, “supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan dan burung-burung di udara, dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang yang merayap dibumi.Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia, laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka (Kejadian 1:26-28)

Dari kisah penciptaan tersebut diatas, sesungguhnya terlihat bahwa manusia itu sepertinya adalah ciptaan-Nya yang paling sempurna “ manusia diciptakan menurut gambar Allah”.
Dan barangkali itulah salah salah satu alas an manusia disebut sebagai mahluk yang berakal budi. Sebagai insanul kamil, mahluk yang sempurna setidak-tidaknya lebih sempurna diantara mahluk-mahluk yang lain ciptaan-Nya.

Masih dalam kisah penciptaan, setelah manusia itu diciptakan kemudian, diberi perintah antara lain, “semua pohon dalam taman ini boleh kamu makan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat itu jangan kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." (Kejadian 2:16-17)

Dari kisah penciptaan itu dapat juga diambil pelajaran antara lain, bahwa manusia pengemban tugas itu diberi perintah yang yang harus dipatuhi dan larangan yang harus dihindari disertai dengan akibat bagi pelanggaran atas perintah tersebut.

Secara lebih sederhana, manusia pengemban amanah itu harus mematuhi aturan dan peraturan disertai sanksi atas pelanggaran. Manusia yang diberi pengemban tugas dan amanah itu adalah manusia yang patuh kepada aturan dan peraturan, “hukum”.

Sebagai mahluk yang berakal budi, dengan kemanusiaan nya itu ia berusaha mengetahui Tuhan dan dirinya. Dan manusia yang dikehendaki Tuhanya itu adalah manusia yang mematuhi dan melaksanakan perintah, menjauhi larangan-Nya.

Dalam sejarah perumusannya, kemanusiaan yang adil dan beradab ini juga dirumuskan dalam kalimat ‘perikemanusiaan” yang berarti segala sesuatu yang baik bagi manusia seperti kasih kepada sesama hidup.

Manusia yang tidak berat sebelah, manusia yang tidak sewenang-wenang.Ia adalah manusia yang melakukan yang seharusnya, sepatutnya, dan selayaknya, bukan manusia yang melakukan menurut kemauan dan keinganan egonya.

Manusia yang berbudi pekerti yang luhur, sopan, santun, baik budi bahasanya.Manusia yang sadar dan tahu adab.Manusia yang tingkat kehidupan lahir dan bathin sudah maju.
Manusia yang beradab, bukan manusia yang biadab.

Dengan kemanusiaan yang adil dan beradab itu manusia akan mengetahui dari mana ia berasal, apa akan dan harus dilakukan dan apa serta kemana tujuannya.

Manusia dengan kesadaran untuk mengemban kodrat jasmaniah dan rohaniah, individu dan social, asal dan tujuan, sikap dan perbuatan harus selaras dan seimbang.

Dengan pengetahuan tentang asal dan tujuan, manusia itu mengetahui atau memperkirakan atau meyakini bahwa manusia oleh Tuhan mengemban suatu missi kodrati, “mengusahakan dan memelihara” yang pada pokoknya menjalankan dan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, taat , sadar pada aturan dan peraturan.

Manusia yang taat, sadar dengan aturan dan peraturan, “hukum”, taat dan sadar hukum, tentulah akan menjadi manusia yang bersikap, berbuat adil dan beradab. Oleh karena itu kemanusiaan yang adil dan beradab berada pada posisi yang kedua (ke-2) setelah Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam kisah penciptaan,’Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja.Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kejadian 2:18)

Sehingga dengan demikian, dalam mengemban tugas, proses pencapaian tujuan yang sejalan dengan kodrat individu, manusia itu juga mengemban tugas antara sesama manusia “social” yakni tolong-menolong.

Sehingga dengan demikian manusia yang satu dengan yang lain harus mempunyai hubungan atau ikatan.Hubungan atau ikatan itu akan memungkinkan manusia itu untuk saling tolong menolong dan Bantu-membantu.Jika tanpa hubungan atau ikatan niscaya manusia itu dapat saling menolong.

Maka untuk melaksanakan tugas kodrati itu wajar dan layak apabila manusia itu harus bersatu. Harus mempunyai ikatan yang kukuh, kuat. Manusia yang satu dengan manusia yang lain harus saling memandang dirinya sebagai bagian yang berhubungan dengan manusia yang lainnya.
Dalam konteks hidup bernegara, maka setiap elemen bangsa dan negara harus saling mempunyai hubungan dan ikatan yang kukuh, kuat.

Baik antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam tidak terkecuali dengan kekayaan alamnya, tanah dengan air, daerah dengan daerah, pulau dengan pulau, pokoknya seluruh elemen bangsa dan negara harus mempunyai ikatan yang kukuh dan kuat tak satupun yang terputus satu dengan yang lain.Kesemuanya harus terikat dengan kukuh dan kuat, seluruh dan segenap elemen bangsa dan negara dalam Persatuan Indonesia.
Oleh karena itu, persatuan Indonesia berada dan merupakan dasar yang ketiga (ke-3) dari Pancasila.

Rakyat adalah bangsa yang telah menegara yang dalam hal ini adalah Negara Indonesia yang juga sebagai persatuan.
Maka ketika persatuan itu telah dibentuk yang tentunya adalah juga dalam rangka pelaksaan, mengemban amanah selanjutnya persatuan itu perlu dan memerlukan pimpinan.Perlu ada aturan yang menjadi pedoman

Sebagai persatuan yang merupakan dari kumpulan dari berbagai elemen, maka dalam proses mencapai tujuan itu (pengemban amanah), baik dalam menjaga kesatuan, keselarasan dan keseimbangan gerak dan langkah tentulah memerlukan pimpinan, aturan yang merupakan pedoman.
SS250507.03.09

Dalam persatuan Indonesia, mengenai segala sesuatu yang mengenai rakyat dijalankan dengan rancangan, petunjuk-petunjuk, bimbingan, tuntunan berdasarkan hikmat kebijaksanaan permusyaratan/perwakilan.
Yang memimpin Indonesia adalah hikmat kebijaksanaan baik dalam musyawarah maupun dalam perwakilan.

Hikmat kebijaksanaan~arti yang dalam, mendekati pengertian kebenaran atau setidak-tidak-tidaknya mendekati kebenaran~hukum.

Oleh karena itu, segala sesuatu yang mengenai rakyat, baik dalam hubungannya dan kaitannya dengan Tuhan, manusia, alam, bangsa dan negara dilakukan, dipimpin dengan hukum.
Sila ke-empat ini sepertinya merupakan penjabaran lebih lanjut dari sila 1, sila ke 2 dan sila ke-3, bagaimana manusia pengemban ‘amanah” tugas kodrati itu menjalankan aktifitas hidup dan kehidupannya.

Begitu pun dalam musyawarah dan hasilnya haruslah berdasar pada kebenaran~hukum, demikianpun dalam hal menentukan perwakilan harus sesuai dan berdasar pada kebenaran~hukum.Tidak dibenarkan musyawarah karena jumlah suara semata, demikianpun dalam penentuan perwakilan.Barangkali sila keempat ini ada hubungannya dengan prinsip proporsional dan profesionalisme, “the right man in the right place”, "proporsionalisme", krediblitas dan akuntablitas. Tak dibenarkan dominasi mayoritas dan tyrani minoritas. Karena banyak tidak berarti benar.Karena kebenaran adalah salah satu makna dan yang menjadi dasar dalam sila keempat dari Pancasila.Itulah hikmat yang menjadi dasar diatur dan ditentukan secara jelas dan tegas dalam sila ke empat dari Pancasila.

Mengingat dan selaras dengan karaktristik individu, maka dalam urusan politik praktis tidak semua dilibatkan, tidak semua aktif dalam politik praktis.Namun semua rakyat secara individu bekerja menurut keahlian dan bidang masing-masing dalam rangka pencapaian tujuan’ “amanah”.

Sesuai dengan keahlian dan atau karakterisitik setiap individu maka kerakyatan itu dilakukan secara perwakilan. Jika kerakyatan ini ada hubungannya dengan demokrasi, maka demokrasi Indonesia itu adalah demokrasi perwakilan, bukan demokrasi langsung.
Sehingga dengan demikian kerakyatan yang dimpimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan merupakan dasar segala sesuatu yang berhubungan dengan rakyat sebagaimana diatur dan ditentukan dalam sila keempat (ke-4).

Selanjutnya, dengan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan itu diharapkan akan menghasilkan sifat (perbuatan, perlakuan) yang adil, keadaan yang adil dalam seluruh aspek hidup dan kehidupan masyarakat dan seluruh serta segenap rakyat Indonesia.

Sehingga dengan demikian sila kelima, keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia ini merupakan hasil dari atau suatu keadaan yang dihasilkan dari pelaksanaan sila-1, sila-2, sila ke-3 dan sila ke-4 dan oleh karena itu tepat pada posisi sila kelima (ke-5) SS250507.03.09
Dengan keadaan dalam sila kelima ini, dimana tak seorangpun rakyat Indonesia bahkan seluruh ummat manusia diperlakukan tidak adil.Tidak dibenarkan seorangpun menderita sementara yang lain bersenang-senang, tidak dibenarkan seorangpun dianiaya, tidak dibenarkan seorangpun miskin melarat hingga mati kelaparan sementara yang lain kaya raya hidup berfoya-foya.

Keadaan yang tercipta dalam sila kelima inilah sepertinya yang disebut dengan rakyat adil makmur sentausa.

Dalam keadaan sila kelima ini diharapkan dan patut diyakini setiap orang, setipa rakyat dan barang siapa yang mengamalkan, melaksanakan Pancaila dalam hidup dan kehidupannya, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Insya Allah manusia yang beriman kepada Tuhan itu akan sampai pada tujuan yakni kembali kepada-Nya dalam kerajaan yang penuh kedamaian dan penuh kebahagiaan, kekal abadi selamanya dalam SORGA. Insya Allah

Sebaliknya, jika keadaan seperti dalam sila kelima ini tidak terwujud niscaya manusia itu akan sampai ke tujuan yakni kebahagiaan didunia dan kebahagian di akhirat (SORGA), melainkan barangkali tempatnya penuh dengan penderitaan dan kesusahan “neraka”, naudzubillah min dzalik

Maka, sepertinya tidak berlebihan apabila Bung Karno menawarkan Pancasila sebagai ideology dunia. Dan sepertinya tak ada alas an bagi bangsa atau Negara manapun didunia ini sepanjang bangsa itu beriman dan yakin serta mempunyai niat yang sungguh untuk melaksanakan Perintah Tuhan Yang Maha Esa

Terlepas dari persetujuan, penerimaan atau keberatan, penolakan bangsa-bangsa lain didunia terhadap Pancasila, maka adalah kewajiban kita segenap dan seluruh bangsa Indonesia untuk mengamalkan, mewujudkan, merealisasikan nilai-nilai Pancasila dalam segala aktifitas hidup dan kehidupan, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Jika nilai-nilai Pancasila sudah kita amalkan, wujudkan, realisasikan dalam segala aktifitas hidup dan kehidupan, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka patut dan layak serta wajar apabila suatu saat bangsa-bangsa dan Negara-negara lain di dunia akan menerima Pancasila sebagai Ideologinya, kecuali bangsa dan negara yang menganut faham atau ideologi atheis dan atau komunis.


Insya Allah