Minggu, 11 September 2016

AMANDEMEN UUD 1945 BATAL DEMI HUKUM




Pembukaan UUD 1945 terdiri dari 4 (empat) alinea. Pembukaan UUD 1945 sepertinya tak lain atau setidak-tidaknya preambule itu adalah landasan filosofis bangsa Indonesia tentang kemerdekaan dan memperjuangkan tercapainya kemerdekaan itu.

Bangsa Indonesia memandang kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa.Oleh karena itu setiap bangsa-bangsa didunia berhak untuk merdeka.Tak satu bangsa pun dibenarkan untuk dijajah oleh suatu bangsa lain. Tak suatu bangsa pun dibenarkan untuk menjajah bangsa lain.Penjajahan itu adalah suatu keadaan yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Sepertinya tak berlebihan apabila alinea pertama ini tidak lebih rendah jika dibandingkan dari Piagam Hak Azasi Sedunia.

Dan apabila ditinjau dari segi kelahirannya pernyataan hak azasi manusia dalam Pembukaan UUD 1945 lebih dahulu dari Decleration Of Human Right (magna charta) yang kemudian terkenal dengan Piagam PBB

Pokok-pokok pikiran dalam pembukaaan (pereambule) UUD 1945
Pokok-pokok pikiran yang terkandung alam pembukaan UUD 1945 terdiri dari :
“Negara” -begitu bunyinya-“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan dan kesatuan yang bersifat menyeluruh “terintegrasi”.Setiap elemen Negara berhubungan satu dengan yang lain, tidak ada yang terputus, “total atau kaffah”. Keadaan mana dapat terlihat dari rangkaian kalimat ‘melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Segenap dan seluruh dalam persatuan sebuah Negara. Negara yang melindungi dan meliputi segenap dan seluruh bangsa dan tumpah darah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

.Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan.Negara menurut pengertian pembukaan itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya.Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.

Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Pokok yang ketiga yang terkandung dalam dalam “pembukaan” negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.Oleh karena itu system negara yang terbentuk dalam Undang Undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan Rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan.Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.


Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam “pembukaan” ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.Oleh karena itu, Undang Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat luhur.

Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebhatinan dari Undang Undang Dasar Negara Indonesia.Pokok-pokok pikrian ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.

Pokok-pokok pikiran tersebut kemudian diwujudkan dalam pasal-pasalnya antara lain :

Bab I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1

(1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Bab II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2

(1) Majelis Permusyaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat , ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Majelis Permusyaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
Pasal 3
Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara.


Bab III
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5
(1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden menetapkan pemeratuan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
Pasal 6
(1) Presiden ialah orang Indonesia asli.
(2) Presiden Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak.


Ketentuan-ketentuan seperti tersebut pada pasal 1 sampai dengan pasal 6 seperti diatas sungguh sesuai dan sejalan dengan pembukaan dan atau pokok pikiran yang terkadung dalam UUD 1945.Dan keadaan demikian itulah yang seharusnya~benar~ karena seharusnya memang demikian.

Dengan perkataan lain, Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar pertimbangan dan landasan kemerdekaan Republik Indonesia dan pembentukan dan bentuk negara Indonesia yang diproklamasikan dan didirikan serta dibangun itu.

Undang-undang Dasar yang menjadi hukum dasar dari negara yang diproklamasikan itu tidak boleh bertentangan dengan Pembukaan Undang Undang Dasar. Demikianpun selanjutnya negara yang didirikan dan dibangun itu tidak boleh bertentangan dengan UUD yang disusun berdasarkan pembukaan “Periambule” itu.

Maka jika dikaji lebih lanjut, dasar dan landasan hukum bagi negara Republik Indonesia termasuk Undang-Undang Dasarnya adalah Pembukaan “Periambule” itu sendiri.

Selanjutnya, konsekueansi hukum dari periambule “pembukaan Udang Udang Dasar itu adalah dasar hukum tertinggi dalam penyelenggaraan negara Republik Indonesia.

Oleh karena “Pereambule” pembukaan UUD merupakan sumber hukum tertinggi maka perubahan Undang Undang Dasar harus sesuai dan tidak dibenarkan bertentangan dengan pembukaan Undang-Undang Dasar.

Sehingga dengan demikian menurut hukumnya, Perembule juga menjadi dasar dan landasan bagi Majelis Permusyaratan Rakyat dalam menetapkan Undang-Undang Dasar.Undang Undang Dasar yang ditetapkan oleh Majelis Permusyaratan harus berdasar, sesuai dan sejalan dengan pembukaan dan atau pokok-pokok pikiran yang terkandang dalam Pembukaan Undang Undang Dasar.

Sebagai konsekuansi hukum dari keadaan itu, maka apabila Undang-Undang Dasar yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat bertentangan dengan pembukaan Undang Undang Dasar, maka itu layak dan patut disebut BATAL DEMI HUKUM.

Selanjutnya mari lihat mandemen Undang Undang Dasar yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Namun entah alas an dan tujuan apa, MPR pada saat diketuai oleh Amin Rais melakukan perubahan dengan istilah amandemen.Amandemen pun dilakukan sebanyak 4 (empat) kali.

Maka setelah UUD 1945 diamandemen sebanyak 4 (empat) kali, maka UUD 1945 berobah menjadi :

Antara lain :

A. TENTANG KEDAULATAN

“(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. ***) (pasal 1 ayat (2) amandemen ke 3)


B. TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Pasal 2

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat , dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.****)

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibu Kota Negara.

(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.



Pasal 3

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar. ***)

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.****)

(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.****)

C. TENTANG PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Seteleh UUD 1945 Presiden dan Wakil Presiden dilih secara langsung, keadaan ini dapat dilihat pada ketentuan pasal 6A yang berbunyi :

(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. ***)

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.***)

Keadaan seperti tersebut yakni TENTANG KEDAULATAN, TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, TENTANG PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN yang diatur dan disebutkan dalam amandemen UUD 1945 adalah suatu keadaan yang kabur atau mengaburkan atau tidak menegaskan kedaulatan apa yang dianut oleh Negara, mengaburkan peran rakyat dalam hubungannya dengan kedaulatan itu serta mengaburkan peran dan status MPR selaku lembaga Negara tertinggi dan bertentangan dengan Pereambule termasuk pokok-pokok fikiran, semangat dan suasana kebhatinan serta cita-cita hukum yang terkandung dalam Pereambule/Pembukaan  UUD 1945 itu sendiri.

Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 setelah amandemen yang berbunyi “ Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”, tidak menegaskan kedaulatan apa yang dianut oleh Negara. Apakah kedaulatan Tuhan, Kedaulatan Hukum, Kedaulatan raja, atau Kedaulatan rakyat.

Pasal 1 ayat 2 tersebut juga telah melanggar sifat dari Undang-undang dasar itu, sebab rumusan tersebut sekaligus menyebut tatacara (cara) rakyat melaksanakan kedaulatan itu. Meskipun menyebut tatacara melakukan kedaulatan itu menurut Undang Undang Dasar padahal dalam amandemen UUD itu tidak ada ketentuan yang mengatur cara cara rakyat melakukan kedaulatan itu.



Ketentuan amandemen itu telah menjadikan UUD sebagai suatu peraturan pelaksana, padahal UUD itu bukanlah peraturan pelaksana. Menurut ilmunya UUD bukanlah peraturan organik, UU (undang-undanglah) yang menjadi peraturan pelaksana dari suatu UUD.

Meskipun rumusan amandemen itu menyebut kan cara melaksanakan kedaulatan itu, namun lagi-lagi tidak ada ketentuan dalam amandemen itu yang mengatur cara rakyat melaksanakan kedaulatan itu. Rumusan amandemen terkesan mengebiri hak-hak rakyat dalam hubungannya dengan kedaulatan, terkesan mengelabui rakyat.Rumusan itu seolah-olah menempatkan rakyat pada posisi penting dan strategis, padahal seperti dijadikan menjadi pelengkap penderita.

Demikianpun tentang peran dan kedudukan MPR selaku lembaga tertinggi dalam amandemen dalam Amandemen UUD 1945 telah hilang atau setidak-tidaknya tidak seperti peran dan kedudukan MPR dalam UUD 1945 sebelum amandemen.

Peran dan kedudukan MPR diatur dalam amandemen tidak sejalan dan tidak sesuai dengan ketentuan yang menyebutkan “kedaulatan ditangan rakyat”


Pengertian kata ; BERADA DI TANGAN RAKYAT berbeda makna dan pengertian Hukumnya dengan ADALAH DITANGAN RAKYAT"


BERADA mengandung arti tidak menyatu, ada jarak, dapat berpindah atau dipindahkan.Sedangkan kata ADALAH DITANGAN mengandung arti MENYATU, TIDAK DAPAT DIPISAHKAN, TIDAK DAPAT DIPINDAHKAN.


Amandemen/perubahan Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 merupakan perampasan, penyadaan , PERAMPASAN KEDAULATAN dari TANGAN RAKYAT.


Apabila kedaulatan ditangan rakyat, maka ketentuan selanjutnya yang sejalan dan sesuai dengan keadaan itu adalah status, peran dan kedudukan MPR disebut dan diatur dalam UUD 1945 sebelum amandemen, antara lain, “Presiden dan Wakil presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak”.(Pasal 6 ayat (2) UUD 1945.

Dalam amandemen UUD 1945 dtentukan Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat (pasal 6A ayat (1). Pada hal dalam ketentuan sebelumnya yakni dalam pasal 3 ayat (3) ditentukan MPR dapat memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden. Keadaan tersebut adalah suatu keadaan yang bertentangan dan tidak mempunyai dasar yang logis.

Jika Presiden dan Wakil dipilih langsung oleh rakyat, maka tidak ada landasan dan dasar logis bagi MPR untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden.Keadaan ini tentulah suatu keadaan yang tidak selaras dan tidak sejalan dengan Pembukaan (Pereambule) UUD 1945.Keadaan yang bertentangan dengan hukum.


Yang memilih rakyat namun yang memberhentikan kok MPR??? Dasar Hukumnya apa???


Sesuai dengan Perembule UUD 1945 alinea ke-empat tersebut, maka apabila negara ini disebut mengenal dan menganut demokrasi, maka demokrasi itu adalah demokrasi perwakilan bukan demokrasi langsung, seperti Junani Kuno atau AS.

Lagi-lagi sepertinya UUD 1945 tanpa amandemen tidak menganut demokrasi.

Selain demokrasi itu saat ini tidak jelas, dalam rumusan UUD 1945 juga sepertinya tidak ada memakai atau tidak menggunakan istilah demokrasi.

Namun dengan ketentuan tentang pemilihan presiden dan wakil presiden ditentukan dalam amandemen UUD 1945, maka demokrasi itu menjadi demokrasi langsung.Sehinnga dengan demikian semakin jelas bahwa amandemen UUD 1945 bertentangan dengan Pereambule UUD 1945 itu sendiri
Pemilihan dan pemberhentian presiden yang selaras dan sejalan adalah pemilihan dan pemberhentian yang diatur dalam UUD 1945 tanpa amandemen.

Selanjutnya pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung ditentukan dalam amandemen UUD 1945 adalah suatu keadaan yang bertentangan dengan ketentuan atau pokok fikiran dalam Pereambule UUD 1945 yang berbunyi :

…, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawatan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Keadaan keadaan yang tidak sesuai dan tidak selaras atau tidak sejalan dengan Pembukaan (Pereambule) ditentukan dalam amandemen UUD 1945 seperti disebut diatas hanyalah sebagian dari banyak keadaan lain yang tidak sesuai dan tidak selaras atau bertentangan dengan Pereambule UUD 1945.


Amandemen UUD 1945 cenderung menimbulkan suatu keadaan yang bertentangan dengan Pereambule.

Dengan bahasa yang lebih lugas, sederhana dan tegas, amandemen UUD 1945 cenderung dan lebih dekat pada keadaan yang bertentangan dengan hukum.

Keadaa disebutkan dalam catatan ini hanyalah sebagian kecil dari keadaan yang ada dalam amandemen UUD 1945.

Jika masih mau melihat yang lain misalnya amandemen pasal 6 yang menghapuskan ketentuan “Presiden ialah orang Indonesia asli”.

Amandemen pasal 6 tersebut setidak-tidaknya menghilangkan hak prioritas seseorang penduduk asli atas tanah airnya.Pendatang, perantau dari Negara atau bangsa asing dibuka kesempatan menjadi presiden di negeri ini oleh amandemen UUD 1945. Padahal pasal 6 UUD 1945 masih menjamin hak prioritas pribumi atas tanahnya.


Lebih parahnya lagi, selain membuka orang atau bangsa lain yang bukan orang Indonesia asli menjadi Presiden, amandemen UUD 1945 membenarkan orang yang mempunyai 2 (dua) kewarganegaraan menjadi presiden.Bacalah amandemen UUD 1945 pasal 6 ayat (1).


Semoga saja amandemen UUD 1945 hanya sebagai akibat ketidakmengertian dan ketidak pahaman orang-orang yang mengamandemen itu terhadap UUD 1945.Sebab ketidaktahuan dapat menjadi salah satu alas an pemaaf.

Karena kenungkian orang bijaksana akan berkatan, “maafkan lah mereka sebab mereka tidak mengetahui dan tidak memahami apa yang mereka lakukan.”

Hanya saja sangat memprihatinkan, tidak mengetahui dan tidak memahami UUD kenapa bias menjadi anggota MPR, dan celakanya lagi merubah (amandemen UUD).

Keadaan tidak mengerti dan tidak memahami UUD 1945 juga dapat dilihat dari amandemen pasal 7 tentang masa jabatan presiden.

Dalam pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen telah tegas menentukan masa jabatan dan berapa kali dapat dipilih seseorang menjadi Presiden dan wakil Presiden.

Kata “kembali” dalam rumusan pasal 7 sebelum amandemen telah memberi batasan berapa kali seseorang dapat dipilih menjadi Presiden dan Wapres.Sehingga apabila pasal 7 UUD 1945 dipahami, maka seharusnya tidak terjadi amandemen.

Jika kata “kembali” tidak dipahami maka seharusnya sebelum diamandemen periksa dulu kamus besar bahasa Indonesia, karena disana akan ditemukan pengertian kata “kembali”.

Rumusan pasal 7 amandemen UUD 1945 lebih layak apabila dijadikan menjadi penjelasan pasal 7.Rumusan itu tidak layak dijadikan menjadi rumusan pasal dalam suatu undang-undang apalagi menjadi rumusan pasal UUD yang mempunyai derajad dan kedudukan lebih tinggi dari UU.

Rumusan pasal 7 amandemen pertama UUD 1945 mirip dengan bahasa TK , jika tidak boleh menyebutnya bahasa orang tidak sekolah.

Terkadang ketika membaca amandemen UUD 1945 teringat pepatah-petitih atau ungkapan, “awak tak pandai menari dikatakan lantai tak datar”, dan “buruk rupa cermin dipecah”.

Masih banyak lagi keadaan yang tidak sesuai dan bertentangan dengan semangat jiwa dan suasana kebathinan serta Periambule UUD 1945 yang terdapat dalam amandemen 1945, namun tidak dapat disebutkan satu persatu dalam catatan ini.

Oleh karena itu patut dan layak apabila amandemen UUD 1945 dinyatakan batal demi hukum.

Bahwa oleh karena amandemen UUD 1945 batal demi hukum, maka keadaan harus dikembalikan kepada keadaan semula (null and void). Dihadapan hukum amandemen itu dianggap tidak pernah ada, tidak pernah terjadi.

Bahwa oleh karena amandemen UUD 1945 batal demi hukum, maka akibat yang timbul dari dan oleh karena amandemen itu dianggap tidak pernah terjadi, tidak pernah terjadi.

Bahwa oleh karena amandemen UUD 1945 batal demi hukum maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia adalah UUD 1945 sesuai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Segerelah kembali ke UUD 1945 tanpa amandemen atau UUD 1945 sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Segeralah kembali ke UUD 1945 tanpa amandemen sebelum segala sesuatu semakin kacau!!!!

Segeralah kembali ke UUD 1945 tanpa amandemen sebelum negara ini dirubah atau dicaplok total menjadi negara cccrr………..?

AMANDEMEN UUD 1945 BATAL DEMI HUKUM




Pembukaan UUD 1945 teridiri dari 4 (empat) alinea. Pembukaan UUD 1945 sepertinya tak lain atau setidak-tidaknya preambule itu adalah landasan filosofis bangsa Indonesia tentang kemerdekaan dan memperjuangkan tercapainya kemerdekaan itu.

Bangsa Indonesia memandang kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa.Oleh karena itu setiap bangsa-bangsa didunia berhak untuk merdeka.Tak satu bangsa pun dibenarkan untuk dijajah oleh suatu bangsa lain. Tak suatu bangsa pun dibenarkan untuk menjajah bangsa lain.Penjajahan itu adalah suatu keadaan yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Sepertinya tak berlebihan apabila alinea pertama ini tidak lebih rendah jika dibandingkan dari Piagam Hak Azasi Sedunia.

Dan apabila ditinjau dari segi kelahirannya pernyataan hak azasi manusia dalam Pembukaan UUD 1945 lebih dahulu dari Decleration Of Human Right (magna charta) yang kemudian terkenal dengan Piagam PBB

Pokok-pokok pikiran dalam pembukaaan (pereambule) UUD 1945

Pokok-pokok pikiran yang terkandung alam pembukaan UUD 1945 teridiri dari :
“Negara” -begitu bunyinya-“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan dan kesatuan yang bersifat menyeluruh “integralistik”.Setiap elemen Negara berhubungan satu dengan yang lain, tidak ada yang terputus, “total atau kaffah”. Keadaan mana dapat terlihat dari rangkaian kalimat ‘melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Segenap dan seluruh dalam persatuan sebuah Negara. Negara yang melindungi dan meliputi segenap dan seluruh bangsa dan tumpah darah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

.Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan.Negara menurut pengertian pembukaan itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya.Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.

Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Pokok yang ketiga yang terkandung dalam dalam “pembukaan” negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.Oleh karena itu system negara yang terbentuk dalam Undang Undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan Rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan.Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.
Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam “pembukaan” ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.Oleh karena itu, Undang Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat luhur.

Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebhatinan dari Undang Undang Dasar Negara Indonesia.Pokok-pokok pikrian ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.

Pokok-pokok pikiran tersebut kemudian diwujudkan dalam pasal-pasalnya antara lain :

Bab I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1

(1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Bab II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2

(1) Majelis Permusyaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat , ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Majelis Permusyaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
Pasal 3
Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara.


Bab III
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5
(1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden menetapkan pemeratuan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
Pasal 6
(1) Presiden ialah orang Indonesia asli.
(2) Presiden Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak.


Ketentuan-ketentuan seperti tersebut pada pasal 1 sampai dengan pasal 6 seperti diatas sungguh sesuai dan sejalan dengan pembukaan dan atau pokok pikiran yang terkadung dalam UUD 1945.Dan keadaan demikian itulah yang seharusnya~benar~ karena seharusnya memang demikian.

Dengan perkataan lain, Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar pertimbangan dan landasan kemerdekaan Republik Indonesia dan pembentukan dan bentuk negara Indonesia yang diproklamasikan dan didirikan serta dibangun itu.

Undang-undang Dasar yang menjadi hukum dasar dari negara yang diproklamasikan itu tidak boleh bertentangan dengan Pembukaan Undang Undang Dasar. Demikianpun selanjutnya negara yang didirikan dan dibangun itu tidak boleh bertentangan dengan UUD yang disusun berdasarkan pembukaan “Periambule” itu.

Maka jika dikaji lebih lanjut, dasar dan landasan hukum bagi negara Republik Indonesia termasuk Undang-Undang Dasarnya adalah Pembukaan “Periambule” itu sendiri.

Selanjutnya, konsekueansi hukum dari periambule “pembukaan Udang Udang Dasar itu adalah dasar hukum tertinggi dalam penyelenggaraan negara Republik Indonesia.

Oleh karena “Pereambule” pembukaan UUD merupakan sumber hukum tertinggi maka perubahan Undang Undang Dasar harus sesuai dan tidak dibenarkan bertentangan dengan pembukaan Undang-Undang Dasar.

Sehingga dengan demikian menurut hukumnya, Perembule juga menjadi dasar dan landasan bagi Majelis Permusyaratan Rakyat dalam menetapkan Undang-Undang Dasar.Undang Undang Dasar yang ditetapkan oleh Majelis Permusyaratan harus berdasar, sesuai dan sejalan dengan pembukaan dan atau pokok-pokok pikiran yang terkandang dalam Pembukaan Undang Undang Dasar.

Sebagai konsekuansi hukum dari keadaan itu, maka apabila Undang-Undang Dasar yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat bertentangan dengan pembukaan Undang Undang Dasar, maka itu layak dan patut disebut BATAL DEMI HUKUM.

Selanjutnya mari lihat mandemen Undang Undang Dasar yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Namun entah alas an dan tujuan apa, MPR pada saat diketuai oleh Amin Rais melakukan perubahan dengan istilah amandemen.Amandemen pun dilakukan sebanyak 4 (empat) kali.

Maka setelah UUD 1945 diamandemen sebanyak 4 (empat) kali, maka UUD 1945 berobah menjadi :

Antara lain :

A. TENTANG KEDAULATAN

“(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. ***) (pasal 1 ayat (2) amandemen ke 3)


B. TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Pasal 2

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat , dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.****)

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibu Kota Negara.

(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.



Pasal 3

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar. ***)

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.****)

(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.****)

C. TENTANG PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Seteleh UUD 1945 Presiden dan Wakil Presiden dilih secara langsung, keadaan ini dapat dilihat pada ketentuan pasal 6A yang berbunyi :

(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. ***)

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.***)

Keadaan seperti tersebut yakni TENTANG KEDAULATAN, TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, TENTANG PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN yang diatur dan disebutkan dalam amandemen UUD 1945 adalah suatu keadaan yang kabur atau mengaburkan atau tidak menegaskan kedaulatan apa yang dianut oleh Negara, mengaburkan peran rakyat dalam hubungannya dengan kedaulatan itu serta mengaburkan peran dan status MPR selaku lembaga Negara tertinggi dan bertentangan dengan Pereambule termasuk pokok-pokok fikiran, semangat dan suasana kebhatinan serta cita-cita hukum yang terkandung dalam Pereambule/Pembukaan  UUD 1945 itu sendiri.

Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 setelah amandemen yang berbunyi “ Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”, tidak menegaskan kedaulatan apa yang dianut oleh Negara. Apakah kedaulatan Tuhan, Kedaulatan Hukum, Kedaulatan raja, atau Kedaulatan rakyat.

Pasal 1 ayat 2 tersebut juga telah melanggar sifat dari Undang-undang dasar itu, sebab rumusan tersebut sekaligus menyebut tatacara (cara) rakyat melaksanakan kedaulatan itu. Meskipun menyebut tatacara melakukan kedaulatan itu menurut Undang Undang Dasar padahal dalam amandemen UUD itu tidak ada ketentuan yang mengatur cara cara rakyat melakukan kedaulatan itu.



Ketentuan amandemen itu telah menjadikan UUD sebagai suatu peraturan pelaksana, padahal UUD itu bukanlah peraturan pelaksana. Menurut ilmunya UUD bukanlah peraturan organik, UU (undang-undanglah) yang menjadi peraturan pelaksana dari suatu UUD.

Meskipun rumusan amandemen itu menyebut kan cara melaksanakan kedaulatan itu, namun lagi-lagi tidak ada ketentuan dalam amandemen itu yang mengatur cara rakyat melaksanakan kedaulatan itu. Rumusan amandemen terkesan mengebiri hak-hak rakyat dalam hubungannya dengan kedaulatan, terkesan mengelabui rakyat.Rumusan itu seolah-olah menempatkan rakyat pada posisi penting dan strategis, padahal seperti dijadikan menjadi pelengkap penderita.

Demikianpun tentang peran dan kedudukan MPR selaku lembaga tertinggi dalam amandemen dalam Amandemen UUD 1945 telah hilang atau setidak-tidaknya tidak seperti peran dan kedudukan MPR dalam UUD 1945 sebelum amandemen.

Peran dan kedudukan MPR diatur dalam amandemen tidak sejalan dan tidak sesuai dengan ketentuan yang menyebutkan “kedaulatan ditangan rakyat”


Pengertian kata ; BERADA DI TANGAN RAKYAT berbeda makna dan pengertian Hukumnya dengan ADALAH DITANGAN RAKYAT"


BERADA mengandung arti tidak menyatu, ada jarak, dapat berpindah atau dipindahkan.Sedangkan kata ADALAH DITANGAN mengandung arti MENYATU, TIDAK DAPAT DIPISAHKAN, TIDAK DAPAT DIPINDAHKAN.


Amandemen/perubahan Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 merupakan perampasan, penyadaan , PERAMPASAN KEDAULATAN dari TANGAN RAKYAT.


Apabila kedaulatan ditangan rakyat, maka ketentuan selanjutnya yang sejalan dan sesuai dengan keadaan itu adalah status, peran dan kedudukan MPR disebut dan diatur dalam UUD 1945 sebelum amandemen, antara lain, “Presiden dan Wakil presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak”.(pasal 6 ayat (2) UUD 1945.

Dalam amandemen UUD 1945 dtentukan Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat (pasal 6A ayat (1). Pada hal dalam ketentuan sebelumnya yakni dalam pasal 3 ayat (3) ditentukan MPR dapat memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden. Keadaan tersebut adalah suatu keadaan yang bertentangan dan tidak mempunyai dasar yang logis.

Jika Presiden dan Wakil dipilih langsung oleh rakyat, maka tidak ada landasan dan dasar logis bagi MPR untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden.Keadaan ini tentulah suatu keadaan yang tidak selaras dan tidak sejalan dengan Pembukaan (Pereambule) UUD 1945.Keadaan yang bertentangan dengan hukum.


Yang memilih rakyat namun yang memberhentikan kok MPR??? Dasar Hukumnya apa???


Sesuai dengan Perembule UUD 1945 alinea ke-empat tersebut, maka apabila negara ini disebut mengenal dan menganut demokrasi, maka demokrasi itu adalah demokrasi perwakilan bukan demokrasi langsung, seperti Junani Kuno atau AS.

Lagi-lagi sepertinya UUD 1945 tanpa amandemen tidak menganut demokrasi.

Selain demokrasi itu saat ini tidak jelas, dalam rumusan UUD 1945 juga sepertinya tidak ada memakai atau tidak menggunakan istilah demokrasi.

Namun dengan ketentuan tentang pemilihan presiden dan wakil presiden ditentukan dalam amandemen UUD 1945, maka demokrasi itu menjadi demokrasi langsung.Sehinnga dengan demikian semakin jelas bahwa amandemen UUD 1945 bertentangan dengan Pereambule UUD 1945 itu sendiri
Pemilihan dan pemberhentian presiden yang selaras dan sejalan adalah pemilihan dan pemberhentian yang diatur dalam UUD 1945 tanpa amandemen.

Selanjutnya pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung ditentukan dalam amandemen UUD 1945 adalah suatu keadaan yang bertentangan dengan ketentuan atau pokok fikiran dalam Pereambule UUD 1945 yang berbunyi :

…, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawatan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Keadaan keadaan yang tidak sesuai dan tidak selaras atau tidak sejalan dengan Pembukaan (Pereambule) ditentukan dalam amandemen UUD 1945 seperti disebut diatas hanyalah sebagian dari banyak keadaan lain yang tidak sesuai dan tidak selaras atau bertentangan dengan Pereambule UUD 1945.


Amandemen UUD 1945 cenderung menimbulkan suatu keadaan yang bertentangan dengan Pereambule.

Dengan bahasa yang lebih lugas, sederhana dan tegas, amandemen UUD 1945 cenderung dan lebih dekat pada keadaan yang bertentangan dengan hukum.

Keadaa disebutkan dalam catatan ini hanyalah sebagian kecil dari keadaan yang ada dalam amandemen UUD 1945.

Jika masih mau melihat yang lain misalnya amandemen pasal 6 yang menghapuskan ketentuan “Presiden ialah orang Indonesia asli”.

Amandemen pasal 6 tersebut setidak-tidaknya menghilangkan hak prioritas seseorang penduduk asli atas tanah airnya.Pendatang, perantau dari Negara atau bangsa asing dibuka kesempatan menjadi presiden di negeri ini oleh amandemen UUD 1945. Padahal pasal 6 UUD 1945 masih menjamin hak prioritas pribumi atas tanahnya.


Lebih parahnya lagi, selain membuka orang atau bangsa lain yang bukan orang Indonesia asli menjadi Presiden, amandemen UUD 1945 membenarkan orang yang mempunyai 2 (dua) kewarganegaraan menjadi presiden.Bacalah amandemen UUD 1945 pasal 6 ayat (1).


Semoga saja amandemen UUD 1945 hanya sebagai akibat ketidakmengertian dan ketidak pahaman orang-orang yang mengamandemen itu terhadap UUD 1945.Sebab ketidaktahuan dapat menjadi salah satu alas an pemaaf.

Karena kenungkian orang bijaksana akan berkatan, “maafkan lah mereka sebab mereka tidak mengetahui dan tidak memahami apa yang mereka lakukan.”

Hanya saja sangat memprihatinkan, tidak mengetahui dan tidak memahami UUD kenapa bias menjadi anggota MPR, dan celakanya lagi merubah (amandemen UUD).

Keadaan tidak mengerti dan tidak memahami UUD 1945 juga dapat dilihat dari amandemen pasal 7 tentang masa jabatan presiden.

Dalam pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen telah tegas menentukan masa jabatan dan berapa kali dapat dipilih seseorang menjadi Presiden dan wakil Presiden.

Kata “kembali” dalam rumusan pasal 7 sebelum amandemen telah memberi batasan berapa kali seseorang dapat dipilih menjadi Presiden dan Wapres.Sehingga apabila pasal 7 UUD 1945 dipahami, maka seharusnya tidak terjadi amandemen.

Jika kata “kembali” tidak dipahami maka seharusnya sebelum diamandemen periksa dulu kamus besar bahasa Indonesia, karena disana akan ditemukan pengertian kata “kembali”.

Rumusan pasal 7 amandemen UUD 1945 lebih layak apabila dijadikan menjadi penjelasan pasal 7.Rumusan itu tidak layak dijadikan menjadi rumusan pasal dalam suatu undang-undang apalagi menjadi rumusan pasal UUD yang mempunyai derajad dan kedudukan lebih tinggi dari UU.

Rumusan pasal 7 amandemen pertama UUD 1945 mirip dengan bahasa TK , jika tidak boleh menyebutnya bahasa orang tidak sekolah.

Terkadang ketika membaca amandemen UUD 1945 teringat pepatah-petitih atau ungkapan, “awak tak pandai menari dikatakan lantai tak datar”, dan “buruk rupa cermin dipecah”.

Masih banyak lagi keadaan yang tidak sesuai dan bertentangan dengan semangat jiwa dan suasana kebathinan serta Periambule UUD 1945 yang terdapat dalam amandemen 1945, namun tidak dapat disebutkan satu persatu dalam catatan ini.

Oleh karena itu patut dan layak apabila amandemen UUD 1945 dinyatakan batal demi hukum.

Bahwa oleh karena amandemen UUD 1945 batal demi hukum, maka keadaan harus dikembalikan kepada keadaan semula (null and void). Dihadapan hukum amandemen itu dianggap tidak pernah ada, tidak pernah terjadi.

Bahwa oleh karena amandemen UUD 1945 batal demi hukum, maka akibat yang timbul dari dan oleh karena amandemen itu dianggap tidak pernah terjadi, tidak pernah terjadi.

Bahwa oleh karena amandemen UUD 1945 batal demi hukum maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia adalah UUD 1945 sesuai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Segerelah kembali ke UUD 1945 tanpa amandemen atau UUD 1945 sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Segeralah kembali ke UUD 1945 tanpa amandemen sebelum segala sesuatu semakin kacau!!!!

Segeralah kembali ke UUD 1945 tanpa amandemen sebelum negara ini dirubah atau dicaplok total menjadi negara cccrr………..?

AMANDEMEN UUD 1945 BATAL DEMI HUKUM




Pembukaan UUD 1945 teridiri dari 4 (empat) alinea. Pembukaan UUD 1945 sepertinya tak lain atau setidak-tidaknya preambule itu adalah landasan filosofis bangsa Indonesia tentang kemerdekaan dan memperjuangkan tercapainya kemerdekaan itu.

Bangsa Indonesia memandang kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa.Oleh karena itu setiap bangsa-bangsa didunia berhak untuk merdeka.Tak satu bangsa pun dibenarkan untuk dijajah oleh suatu bangsa lain. Tak suatu bangsa pun dibenarkan untuk menjajah bangsa lain.Penjajahan itu adalah suatu keadaan yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Sepertinya tak berlebihan apabila alinea pertama ini tidak lebih rendah jika dibandingkan dari Piagam Hak Azasi Sedunia.

Dan apabila ditinjau dari segi kelahirannya pernyataan hak azasi manusia dalam Pembukaan UUD 1945 lebih dahulu dari Decleration Of Human Right (magna charta) yang kemudian terkenal dengan Piagam PBB

Pokok-pokok pikiran dalam pembukaaan (pereambule) UUD 1945

Pokok-pokok pikiran yang terkandung alam pembukaan UUD 1945 teridiri dari :
“Negara” -begitu bunyinya-“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan dan kesatuan yang bersifat menyeluruh “integralistik”.Setiap elemen Negara berhubungan satu dengan yang lain, tidak ada yang terputus, “total atau kaffah”. Keadaan mana dapat terlihat dari rangkaian kalimat ‘melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Segenap dan seluruh dalam persatuan sebuah Negara. Negara yang melindungi dan meliputi segenap dan seluruh bangsa dan tumpah darah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

.Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan.Negara menurut pengertian pembukaan itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya.Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.

Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Pokok yang ketiga yang terkandung dalam dalam “pembukaan” negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.Oleh karena itu system negara yang terbentuk dalam Undang Undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan Rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan.Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.
Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam “pembukaan” ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.Oleh karena itu, Undang Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat luhur.

Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebhatinan dari Undang Undang Dasar Negara Indonesia.Pokok-pokok pikrian ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.

Pokok-pokok pikiran tersebut kemudian diwujudkan dalam pasal-pasalnya antara lain :

Bab I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1

(1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Bab II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2

(1) Majelis Permusyaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat , ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Majelis Permusyaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
Pasal 3
Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara.


Bab III
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5
(1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden menetapkan pemeratuan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
Pasal 6
(1) Presiden ialah orang Indonesia asli.
(2) Presiden Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak.


Ketentuan-ketentuan seperti tersebut pada pasal 1 sampai dengan pasal 6 seperti diatas sungguh sesuai dan sejalan dengan pembukaan dan atau pokok pikiran yang terkadung dalam UUD 1945.Dan keadaan demikian itulah yang seharusnya~benar~ karena seharusnya memang demikian.

Dengan perkataan lain, Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar pertimbangan dan landasan kemerdekaan Republik Indonesia dan pembentukan dan bentuk negara Indonesia yang diproklamasikan dan didirikan serta dibangun itu.

Undang-undang Dasar yang menjadi hukum dasar dari negara yang diproklamasikan itu tidak boleh bertentangan dengan Pembukaan Undang Undang Dasar. Demikianpun selanjutnya negara yang didirikan dan dibangun itu tidak boleh bertentangan dengan UUD yang disusun berdasarkan pembukaan “Periambule” itu.

Maka jika dikaji lebih lanjut, dasar dan landasan hukum bagi negara Republik Indonesia termasuk Undang-Undang Dasarnya adalah Pembukaan “Periambule” itu sendiri.

Selanjutnya, konsekueansi hukum dari periambule “pembukaan Udang Udang Dasar itu adalah dasar hukum tertinggi dalam penyelenggaraan negara Republik Indonesia.

Oleh karena “Pereambule” pembukaan UUD merupakan sumber hukum tertinggi maka perubahan Undang Undang Dasar harus sesuai dan tidak dibenarkan bertentangan dengan pembukaan Undang-Undang Dasar.

Sehingga dengan demikian menurut hukumnya, Perembule juga menjadi dasar dan landasan bagi Majelis Permusyaratan Rakyat dalam menetapkan Undang-Undang Dasar.Undang Undang Dasar yang ditetapkan oleh Majelis Permusyaratan harus berdasar, sesuai dan sejalan dengan pembukaan dan atau pokok-pokok pikiran yang terkandang dalam Pembukaan Undang Undang Dasar.

Sebagai konsekuansi hukum dari keadaan itu, maka apabila Undang-Undang Dasar yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat bertentangan dengan pembukaan Undang Undang Dasar, maka itu layak dan patut disebut BATAL DEMI HUKUM.

Selanjutnya mari lihat mandemen Undang Undang Dasar yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Namun entah alas an dan tujuan apa, MPR pada saat diketuai oleh Amin Rais melakukan perubahan dengan istilah amandemen.Amandemen pun dilakukan sebanyak 4 (empat) kali.

Maka setelah UUD 1945 diamandemen sebanyak 4 (empat) kali, maka UUD 1945 berobah menjadi :

Antara lain :

A. TENTANG KEDAULATAN

“(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. ***) (pasal 1 ayat (2) amandemen ke 3)


B. TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Pasal 2

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat , dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.****)

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibu Kota Negara.

(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.



Pasal 3

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar. ***)

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.****)

(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.****)

C. TENTANG PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Seteleh UUD 1945 Presiden dan Wakil Presiden dilih secara langsung, keadaan ini dapat dilihat pada ketentuan pasal 6A yang berbunyi :

(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. ***)

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.***)

Keadaan seperti tersebut yakni TENTANG KEDAULATAN, TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, TENTANG PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN yang diatur dan disebutkan dalam amandemen UUD 1945 adalah suatu keadaan yang kabur atau mengaburkan atau tidak menegaskan kedaulatan apa yang dianut oleh Negara, mengaburkan peran rakyat dalam hubungannya dengan kedaulatan itu serta mengaburkan peran dan status MPR selaku lembaga Negara tertinggi dan bertentangan dengan Pereambule termasuk pokok-pokok fikiran, semangat dan suasana kebhatinan serta cita-cita hukum yang terkandung dalam Pereambule/Pembukaan  UUD 1945 itu sendiri.

Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 setelah amandemen yang berbunyi “ Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”, tidak menegaskan kedaulatan apa yang dianut oleh Negara. Apakah kedaulatan Tuhan, Kedaulatan Hukum, Kedaulatan raja, atau Kedaulatan rakyat.

Pasal 1 ayat 2 tersebut juga telah melanggar sifat dari Undang-undang dasar itu, sebab rumusan tersebut sekaligus menyebut tatacara (cara) rakyat melaksanakan kedaulatan itu. Meskipun menyebut tatacara melakukan kedaulatan itu menurut Undang Undang Dasar padahal dalam amandemen UUD itu tidak ada ketentuan yang mengatur cara cara rakyat melakukan kedaulatan itu.



Ketentuan amandemen itu telah menjadikan UUD sebagai suatu peraturan pelaksana, padahal UUD itu bukanlah peraturan pelaksana. Menurut ilmunya UUD bukanlah peraturan organik, UU (undang-undanglah) yang menjadi peraturan pelaksana dari suatu UUD.

Meskipun rumusan amandemen itu menyebut kan cara melaksanakan kedaulatan itu, namun lagi-lagi tidak ada ketentuan dalam amandemen itu yang mengatur cara rakyat melaksanakan kedaulatan itu. Rumusan amandemen terkesan mengebiri hak-hak rakyat dalam hubungannya dengan kedaulatan, terkesan mengelabui rakyat.Rumusan itu seolah-olah menempatkan rakyat pada posisi penting dan strategis, padahal seperti dijadikan menjadi pelengkap penderita.

Demikianpun tentang peran dan kedudukan MPR selaku lembaga tertinggi dalam amandemen dalam Amandemen UUD 1945 telah hilang atau setidak-tidaknya tidak seperti peran dan kedudukan MPR dalam UUD 1945 sebelum amandemen.

Peran dan kedudukan MPR diatur dalam amandemen tidak sejalan dan tidak sesuai dengan ketentuan yang menyebutkan “kedaulatan ditangan rakyat”


Pengertian kata ; BERADA DI TANGAN RAKYAT berbeda makna dan pengertian Hukumnya dengan ADALAH DITANGAN RAKYAT"


BERADA mengandung arti tidak menyatu, ada jarak, dapat berpindah atau dipindahkan.Sedangkan kata ADALAH DITANGAN mengandung arti MENYATU, TIDAK DAPAT DIPISAHKAN, TIDAK DAPAT DIPINDAHKAN.


Amandemen/perubahan Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 merupakan perampasan, penyadaan , PERAMPASAN KEDAULATAN dari TANGAN RAKYAT.


Apabila kedaulatan ditangan rakyat, maka ketentuan selanjutnya yang sejalan dan sesuai dengan keadaan itu adalah status, peran dan kedudukan MPR disebut dan diatur dalam UUD 1945 sebelum amandemen, antara lain, “Presiden dan Wakil presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak”.(pasal 6 ayat (2) UUD 1945.

Dalam amandemen UUD 1945 dtentukan Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat (pasal 6A ayat (1). Pada hal dalam ketentuan sebelumnya yakni dalam pasal 3 ayat (3) ditentukan MPR dapat memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden. Keadaan tersebut adalah suatu keadaan yang bertentangan dan tidak mempunyai dasar yang logis.

Jika Presiden dan Wakil dipilih langsung oleh rakyat, maka tidak ada landasan dan dasar logis bagi MPR untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden.Keadaan ini tentulah suatu keadaan yang tidak selaras dan tidak sejalan dengan Pembukaan (Pereambule) UUD 1945.Keadaan yang bertentangan dengan hukum.


Yang memilih rakyat namun yang memberhentikan kok MPR??? Dasar Hukumnya apa???


Sesuai dengan Perembule UUD 1945 alinea ke-empat tersebut, maka apabila negara ini disebut mengenal dan menganut demokrasi, maka demokrasi itu adalah demokrasi perwakilan bukan demokrasi langsung, seperti Junani Kuno atau AS.

Lagi-lagi sepertinya UUD 1945 tanpa amandemen tidak menganut demokrasi.

Selain demokrasi itu saat ini tidak jelas, dalam rumusan UUD 1945 juga sepertinya tidak ada memakai atau tidak menggunakan istilah demokrasi.

Namun dengan ketentuan tentang pemilihan presiden dan wakil presiden ditentukan dalam amandemen UUD 1945, maka demokrasi itu menjadi demokrasi langsung.Sehinnga dengan demikian semakin jelas bahwa amandemen UUD 1945 bertentangan dengan Pereambule UUD 1945 itu sendiri
Pemilihan dan pemberhentian presiden yang selaras dan sejalan adalah pemilihan dan pemberhentian yang diatur dalam UUD 1945 tanpa amandemen.

Selanjutnya pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung ditentukan dalam amandemen UUD 1945 adalah suatu keadaan yang bertentangan dengan ketentuan atau pokok fikiran dalam Pereambule UUD 1945 yang berbunyi :

…, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawatan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Keadaan keadaan yang tidak sesuai dan tidak selaras atau tidak sejalan dengan Pembukaan (Pereambule) ditentukan dalam amandemen UUD 1945 seperti disebut diatas hanyalah sebagian dari banyak keadaan lain yang tidak sesuai dan tidak selaras atau bertentangan dengan Pereambule UUD 1945.


Amandemen UUD 1945 cenderung menimbulkan suatu keadaan yang bertentangan dengan Pereambule.

Dengan bahasa yang lebih lugas, sederhana dan tegas, amandemen UUD 1945 cenderung dan lebih dekat pada keadaan yang bertentangan dengan hukum.

Keadaa disebutkan dalam catatan ini hanyalah sebagian kecil dari keadaan yang ada dalam amandemen UUD 1945.

Jika masih mau melihat yang lain misalnya amandemen pasal 6 yang menghapuskan ketentuan “Presiden ialah orang Indonesia asli”.

Amandemen pasal 6 tersebut setidak-tidaknya menghilangkan hak prioritas seseorang penduduk asli atas tanah airnya.Pendatang, perantau dari Negara atau bangsa asing dibuka kesempatan menjadi presiden di negeri ini oleh amandemen UUD 1945. Padahal pasal 6 UUD 1945 masih menjamin hak prioritas pribumi atas tanahnya.


Lebih parahnya lagi, selain membuka orang atau bangsa lain yang bukan orang Indonesia asli menjadi Presiden, amandemen UUD 1945 membenarkan orang yang mempunyai 2 (dua) kewarganegaraan menjadi presiden.Bacalah amandemen UUD 1945 pasal 6 ayat (1).


Semoga saja amandemen UUD 1945 hanya sebagai akibat ketidakmengertian dan ketidak pahaman orang-orang yang mengamandemen itu terhadap UUD 1945.Sebab ketidaktahuan dapat menjadi salah satu alas an pemaaf.

Karena kenungkian orang bijaksana akan berkatan, “maafkan lah mereka sebab mereka tidak mengetahui dan tidak memahami apa yang mereka lakukan.”

Hanya saja sangat memprihatinkan, tidak mengetahui dan tidak memahami UUD kenapa bias menjadi anggota MPR, dan celakanya lagi merubah (amandemen UUD).

Keadaan tidak mengerti dan tidak memahami UUD 1945 juga dapat dilihat dari amandemen pasal 7 tentang masa jabatan presiden.

Dalam pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen telah tegas menentukan masa jabatan dan berapa kali dapat dipilih seseorang menjadi Presiden dan wakil Presiden.

Kata “kembali” dalam rumusan pasal 7 sebelum amandemen telah memberi batasan berapa kali seseorang dapat dipilih menjadi Presiden dan Wapres.Sehingga apabila pasal 7 UUD 1945 dipahami, maka seharusnya tidak terjadi amandemen.

Jika kata “kembali” tidak dipahami maka seharusnya sebelum diamandemen periksa dulu kamus besar bahasa Indonesia, karena disana akan ditemukan pengertian kata “kembali”.

Rumusan pasal 7 amandemen UUD 1945 lebih layak apabila dijadikan menjadi penjelasan pasal 7.Rumusan itu tidak layak dijadikan menjadi rumusan pasal dalam suatu undang-undang apalagi menjadi rumusan pasal UUD yang mempunyai derajad dan kedudukan lebih tinggi dari UU.

Rumusan pasal 7 amandemen pertama UUD 1945 mirip dengan bahasa TK , jika tidak boleh menyebutnya bahasa orang tidak sekolah.

Terkadang ketika membaca amandemen UUD 1945 teringat pepatah-petitih atau ungkapan, “awak tak pandai menari dikatakan lantai tak datar”, dan “buruk rupa cermin dipecah”.

Masih banyak lagi keadaan yang tidak sesuai dan bertentangan dengan semangat jiwa dan suasana kebathinan serta Periambule UUD 1945 yang terdapat dalam amandemen 1945, namun tidak dapat disebutkan satu persatu dalam catatan ini.

Oleh karena itu patut dan layak apabila amandemen UUD 1945 dinyatakan batal demi hukum.

Bahwa oleh karena amandemen UUD 1945 batal demi hukum, maka keadaan harus dikembalikan kepada keadaan semula (null and void). Dihadapan hukum amandemen itu dianggap tidak pernah ada, tidak pernah terjadi.

Bahwa oleh karena amandemen UUD 1945 batal demi hukum, maka akibat yang timbul dari dan oleh karena amandemen itu dianggap tidak pernah terjadi, tidak pernah terjadi.

Bahwa oleh karena amandemen UUD 1945 batal demi hukum maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia adalah UUD 1945 sesuai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Segerelah kembali ke UUD 1945 tanpa amandemen atau UUD 1945 sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Segeralah kembali ke UUD 1945 tanpa amandemen sebelum segala sesuatu semakin kacau!!!!

Segeralah kembali ke UUD 1945 tanpa amandemen sebelum negara ini dirubah atau dicaplok total menjadi negara cccrr………..?