Minggu, 11 September 2016

PILPRES dan PILKADA Pasca Amandemen UUD 1945 adalah TIDAK SAH





Bahwa sesuai dengan sejarahnya Undang Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) merupakan produk atau dibuat atau diadakan oleh Bangsa Indonesia yang lahir/berdiri pada tanggal 28 Oktober 1928 yang terkenal dengan Peristiwa Sumpah Pemuda.




Perumusan UUD 1945  dimulai oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) hingga Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). UUD 1945 itu disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.



UUD 1945 bukan ditetapkan atau disahkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).Dengan perkataan lain UUD 1945 bukan produk MPR melainkan MPR lah yang merupakan produk daripada UUD 1945.



Secara tegas UUD 1945 merupakan Undang Undang Dasar Negara Indonesia (Alinea keempat UUD 1945).



Secara akademis UUD 1945 termasuk golongan Hukum Tata Negara (Staat Rechts), bukan hukum tata pemerintahan (Administratief Rechts).



Secara juridis UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itulah Wujud Negara Indonesia selaku subjek Hukum orang badan hukum (Rechts persoon) yang didirikan dan atau diadakan oleh Rakyat Indonesia selaku Bangsa Indonesia pemilik Negeri (Tanah Air dan Ruang Angkasa/Wilayah Indonesia yang lahir dan atau berdiri pada tanggal 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda) Yang Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 (Proklamasi 17 Agustus 1945).




Bangsa Indonesia termasuk golongan subjek hukum orang manusia/alami ( Natuurlijkepersoon).



Secara sederhana dapat dirumuskan :

Bahwa UUD 1945 merupakan produk dan milik Bangsa Indonesia sedangkan MPR merupakan produk/lahir dari UUD 1945.



MPR merupakan salah satu organ atau alat kelengkapan dari UUD 1945



Dengan demikian menurut Hukumnya, kedudukan UUD 1945 lebih tinggi daripada MPR.



UUD 1945 tidak memberi mandat atau wewenang kepada MPR untuk menetapkan atau mengubah UUD 1945 melainkan memberi mandat atau wewenang menetapkan dan mengubah UUD (Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945)



Sesuai dengan rumusan Pasal 3 UUD 1945



“Pasal 3 Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar dari pada haluan negara.”


Maka Pasal 3 UUD 1945 itu merupakan ketentuan mengenai mandat atau wewenang MPR untuk menetapkan Undang-undang Dasar (UUD), bukan menetapkan Undang Undang Dasar 1945.



Demikianpun ketentuan Pasal 37 Ayat (1) UUD 1945



Pasal 37
(1) Untuk mengubah Undang-undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.



Maka Pasal 37 ayat (1) UUD 1945 tersebut adalah mengenai wewenang MPR untuk mengubah UUD, bukan mengubah UUD 1945.



Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 dan Pasal 37 tersebut maka MPR memiliki wewenang untuk mengubah UUD (Pasal 37) yang ditetapkan oleh MPR disebut dan dimaksud Pasal 3.



Oleh karena itu menurut Hukumnya MPR tidak memiliki wewenang untuk mengubah UUD 1945.



Menurut Hukumnya, perbuatan atau tindakan tanpa kewenangan adalah TIDAK SAH dan BATAL.



Menurut Hukumnya, semua akibat yang timbul dari dan oleh karena atau didasarkan pada yang tidak sah adalah TIDAK SAH, BATAL, "null and void".



Oleh karena itu maka menurut Hukum perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945 baik Perubahan pertama sampai dengan Perubahan keempat (UUD 1999-2002) adalah TIDAK SAH, BATAL.



Bahwa oleh karena Amandemen/Perubahan UUD 1945 TIDAK SAH maka akibat yang timbul dari dan oleh karena atau didasarkan pada Amandemen/Perubahan UUD 1945 atau UUD 1945 setelah Amandemen/Perubahan pertama s/d Perubahan keempat (UUD 1999-2002) adalah TIDAK SAH, termasuk akan tetapi tidak terbatas pada Pemilihan Umum Secara Langsung Presiden RI/Wapres (PILPRES) maupun Pemilihan Umum Secara Langsung Kepala daerah (PILKADA)



Bahwa oleh karena itu, maka MENURUT HUKUMNYA, Pejabat (Orang Yang menduduki Jabatan/Mendapatkan Jabatan) entah itu Jabatan Presiden RI/Wakil, Gubernur/wakil adalah Pejabat YANG TIDAK SAH, illegal, haram.Dihadapan Hukum mereka dianggap tidak ada, batal.



Bahwa sesuai dengan Pancasila, Pembukaan UUD 1945, Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 dan Sistem Negara berdasar atas hukum (rechtsstaat) yang dijelaskan pada Penjelasan UUD 1945, maka  Setiap Warga WAJIB menjunjung hukum dan pemerintahan itu.



Bahwa oleh setiap warga negara WAJIB untuk menjunjung (TAAT, PATUH DAN HORMAT PADA HUKUM) dan pemerintahan Negara` Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, setiap Warga Negara Republik Indonesia WAJIB   melakukan UPAYA HUKUM dan atau TINDAKAN HUKUM    untuk MENGHENTIKAN dan atau TIDAK MEMBIARKAN  keadaan dan atau perbuatan YANG BERTENTANGAN DENGAN HUKUM (TIDAK SAH).



Oleh karena itu kewajiban Hukum bagi seluruh Rakyat Indonesia selaku Bangsa Indonesia maupun sebagai Warga Negara Indonesia untuk memperjuangkan atau melakukan upaya sesuai tata acara menurut Hukum agar UUD 1945 perubahan pertama s/d Perubahan keempat BATAL dan atau KEMBALI KE UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 jo.5 Juli 1959.





Bahwa tentang KEADAAN YANG TIDAK SAH itu berulang kali telah saya posting, SUDAH DIPERSIAPKAN UPAYA/TINDAKAN HUKUM untuk itu mari RAPATKAN dan LURUSKAN BARISAN untuk MELAKUKAN TINDAKAN/UPAYA HUKUM itu.



Bahwa sesuai dengan sistem dan atau Prinsip  Negara Berdasar atas hukum yang dianut oleh NKRI maka  membiarkan keadaan atau perbuatan MELANGGAR HUKUM (TIDAK SAH) itu berpotensi sebagai suatu kesalahan atau pelanggaran hukum (TIDAK MENJUNGJUNG HUKUM) yang tentu ada akibat hukumnya.



Bahwa sesuai dengan Sistem Negara Berdasar Atas Hukum (Rechtsstaat) yang dianut oleh Indonesia dan Prinsip Rule of Law yang diakui secara Universal, maka segala tindakan mengenai penyelenggaraan NEGARA INDONESIA maupun Pemerintah Indonesia harus berdasar atas Hukum, sesuai dan atau menurut Hukum.



Untuk menentukan apakah sesuatu keadaan atau perbuatan sesuai menurut Hukum atau bertentangan dengan Hukum, SAH atau tidak merupakan kompetensi  MAHKAMAH atau Kekuasaan Kehakiman disebut dan dimaksud Pasal 24 UUD 1945, bukan  MPR juga bukan Presiden.




Merdeka!!!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar