Selasa, 30 September 2025

"KEMBALI" Tidak Sama Dengan "LAGI"


 Tanggapan terhadap catatan Hatta M.Taliwang (MEYIMAK SIKAP PROF.AMIN RAIS TENTANG AMANDEMEN UUD 1945)


Salah satu alasan dilakukan amandemen/perubahan UUD 1945 adalah karena Pasal 7 UUD 1945 disebut tidak membatasi masa atau berapa kali seseorang dapat dipilih atau memegang/ memangku jabatan Presiden RI.


Pada seminar dan workshop yang diadakan Aliansi Kampus Indonesia pada tanggal 30-31 Juli 2000 di Hotel Bidakara Jakarta Selatan Tentang Amandemen UUD 1945 yang dihadiri oleh 5 (lima) guru besar Hukum Tata Negara mewakili 5 (lima) Universitas Negeri ternama di Indonesia antara lain saya kemukakan :

Bahwa secara akademis perubahan atau amandemen UUD 1945 merupakan akibat ketidak mengertian atas UUD 1945.

Tudingan atau anggapan Pasal 7 UUD 1945 tidak membatasi berapa kali seseorang untuk memegang jabatan Presiden adalah salah dan keliru.


Sesuai rumusan Pasal 7 UUD 1945 membatasi berapa kali seseorang dapat dipilih menduduki  jabatan Presiden RI dan Wakil Presiden RI yakni paling banyak 2 (dua) kali atau paling lama 10 (sepuluh) tahun atau 2 (dua) periode.


Mari perhatikan rumusan Pasal 7 UUD 1945.

"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali."

Ketentuan Pasal 7 UUD 1945 tersebut membatasi masa atau waktu atau berapa kali seseorang dapat memegang jabatan atau dipilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden.


Timbulnya anggapan ketentuan Pasal 7 tidak membatasi berapa kali seseorang dapat dipilih atau memangku jabatan Presiden dan Wakil Presiden adalah akibat tidak mengerti tentan arti kata "kembali".

Oleh karena itu sesuai dengan ketentuan hukum tentang interpretasi atau penafsiran atas suatu ketentuan peraturan perundang-undangan yang dianggap kurang jelas, maka untuk Pasal 7 maka seharusnya yang harus dipergunakan adalah interpretasi gramatikal.

Kata "kembali' menurut tata bahasa Indonesia mengandung unsur pembatas.Silahkan buka Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Kembali v.balik ke tempat semula.kembali kepada asalnya semula.Sekali lagi.

Oleh karena itu, jika masa jabatan adalah 5 (lima) tahun, dapat dipilih "kembali" artinya 5 (lima) tahun seperti semula, lalu berhenti disitu.Satu kali masa 5 (lima) tahun pertama (asal) dan satu kali masa 5 (lima) tahun kedua-masa kembali ke asal.Satu periode untuk masa pertama dan satu periode lagi masa ke dua.

Akan lain apabila rumusan Pasal 7 menggunakan kata "lagi".Jika Pasal 7 menggunakan kata "lagi", maka betul Pasal 7 tidak memberi batasan berapa kali seseorang dapat dipilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden.


Mari perhatikan contoh penggunaan kata "kembali"

"Kembali" ke rahamatulah, bukan "Lagi" ke rahmatullah juga bukan ke rahmatullah "lagi".


Pintar berbahasa asing tapi tak pandai berbahasa Indonesia.

Tak pandai menari dikatakan lantai tak datar. Buruk rupa cermin dipecah.


"Amandemen UUD 1945 adalah sesat"

Oleh karena itu saya selaku yang mewakili Ikatatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) meminta : "Hentikan amandemen UUD 1945".

Pada saat itu moderatornya DR.Todung Mulya Lubis, SH.LLM. dan panelisnya Arbi Sanit.

Ketika saya kemukakan tentang pengertian kata 'kembali" mengandung unsur pembatas berapa kali seseorang dapat dipilih memangku jabatan Presiden dan Wakil Presiden tidak seorangpun membantah termasuk 5 (lima) guru besar hukum tata negara yang hadir pada saat itu.

Tentang Pemilihan Anggota TNI/POLRI oleh Institusinya menjadi Wakilnya di DPR sudah tepat.

Anggota TNI yang akan menjadi anggota DPR dipilih oleh institusi TNI, demikian pun anggota POLRI yang akan menjadi anggota DPR  dipilih oleh institusi POLRI.Pemilihan seperti itulah yang dimaksud oleh UUD 1945 sebagaimana dimaksud sila ke-4 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Golongan orang yang berkarya seperti petani, nelayan, buruh, pengusaha, guru, TNI dan Polri, dan lain-lain bidang IPOLEKSOSBUDHANKAM yang dipilih oleh organisasi/perkumpulan/institusinya sebagai wakilnya di DPR dengan tugas pokok mengajukan usul berkaitan dengan program pembangunan termasuk GBHN dan APBN yang akan ditetapkan oleh MPR. Tentu anggota TNI/Polri yang lebih mengetahui keperluan TNI/Polri.

Pemilihan anggota institusi berkarya untuk menentukan wakilnya di DPR itulah pemilihan umum.Setiap anggota institusi yang memenuhi persyaratan boleh mencalonkan diri untuk dipilih oleh institusinya mewakili institusi di DPR. Pemilihan yang demikian merupakan pemilihan yang lebih proporsional dan profesional.

Adalah logis, proporsional dan profesional, suatu organisasi/insitusi mengetahui anggotanya yang kapabel menjadi wakilnya karena tentu organisasi tentu mengenal dan mengetahui anggotanya.Bukan memilih orang yang tidak tau dalam pengertian tidak mengenal dan tidak faham. Bukan memilih orang orang yang tidak dikenal dan oleh orang yang tidak mengenal.Tidak kenal orangnya, profesinya dan rekam jejaknya.

Bandingkan dengan pemilihan yang dilaksanakan selama ini, seorang petani, nelayan (ada yang tidak bisa baca tulis bahkan ada yang tidak berbahasa Indonesia), tidak mengerti apa itu DPR, apa itu MPR apa itu Presiden disuruh untuk memilih si Gue atau si Oe menjadi anggota DPR, MPR dan Presiden.

Boleh jadi seorang pemilih hanya sekedar tau apa itu DPR, MPR atau Presiden oleh karena pendengaran ucapan orang (karena tidak bisa baca tulis), dianggapnya DEPER, EMBER, atau PRESIDENG

Namun adalah perlu ditegaskan mengenai perbedaan tugas MPR dan DPR karena selama ini hampir tidak ada yang menjelaskan perbedaan MPR dan DPR.

Sesuai dengan pengertian majelis dan dewan, dimana pada majelis mempunyai tugas atau substansi dari kata "majelis" adalah "sidang" sedangkan "dewan" adalah "rapat".Oleh karena itu tugas pokok MPR adalah memutuskan dan atau menetapkan sedangkan DPR adalah mengajukan usul.

Selaras dengan pengertian MPR sebagai penjelmaan rakyat dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) adalah ditangan rakyat maka seharusnya UU ditetapkan oleh MPR bukan DPR. 

Seacar akademis, perubahan atau amandemen UUD 1945 adalah akibat ketidak mengertian terhadap UUD 1945 termasuk akan tetapi tidak terbatas mengenai kedudukan dan fungsi UUD 1945.

Mengenai HAM, UUD 1945 sudah cukup memuat HAM yang sangat fundamental yakni, kemanusiaan yang adil dan beradab, kemerdekaan hak segala bangsa, perlindungan segenap bangsa dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Tidak ada HAM yang lebih tinggi dari kemerdekaan bagi segala bangsa dan kemanusiaan yang adil dan beradab.Mengenai kemanusiaan yang adil dan beradab, kemerdekaan, perlindungan bagai segenap bangsa Indonesia dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itulah yang perlu dijabarkan lebih lanjut dalam UU sebagai peraturan pelakasana (organik) dari UUD.

Yang perlu disempurnakan adalah penjelasan UUD 1945.Selain dari aspek materi semisal pengertian kata "kembali" dalam Pasal 7, apa yang dimaksud dengan Rakyat Indonesia, Bangsa Indonesia dan lain-lain, Penjelasan UUD 1945 itu belum disahkan/ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.

Rumusan Pasal 7 yang menggunakan kata "kembali" untuk "satu kali lagi" salah satu contoh tingginya kualitas penggunaan kata dalam rumusan UUD 1945, singkat dan padat. "Satu kali lagi" yang terdiri dari 3 (tiga) suku kata dirumuskan hanya dengan 1 (satu) suku kata, "kembali".

Demikian sekilas.

Mari  SEGERAKAN Kembali Ke UUD 1945 untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Merdeka!!!!!

Rabu, 24 September 2025

AMANDEMEN UUD 1945  ADALAH KEPENTINGAN CHINA/TIONGKOK


Mari perhatikan rumusan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 :

“Presiden ialah orang Indonesia asli”. 

Rumusan ayat ini telah diamandemen/diganti menjadi : 


“ Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati Negara serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden”. 


Narasi perubahan ayat ini sekilas sederhana, tanpa makna atau biasa-biasa saja. Tetapi sesungguhnya, kalimat ini memiliki makna yang sangat dalam, dan patut diduga tendensius serta berpotensi sebagai GENOSIDA


Perlu dipahami bahwa ‘bangsa’ tidak sama dengan ‘warga negara’. Seorang bangsa Amerika, Belanda atau Cina dapat menjadi warga Negara Indonesia, akan tetapi tidak menjadi bangsa Indonesia. Seorang bangsa Indonesia dapat juga menjadi warga Negara Amerika, Belanda, Cina, Jepang atau lain-lain negara. Kewarganegaraan dapat berubah atau berganti-ganti sedangkan kebangsaan tidak. Substansi kebangsaan seseorang merupakan garis keturunan (silsilah, nasab) secara biologis atau genetika sedangkan kewarganegaraan merupakan proses administrasi. Kebangsaan itu merupakan hubungan seseorang dengan bangsa, sedangkan kewarganegaraan merupakan hubungan seseorang dengan negara / organisasi.

 

Bangsa dan negara adalah dua hal yang berbeda. Dalam ilmu Hukum bangsa itu tergolong subjek Hukum alami (Naturlijkepersoon) sedangkan Negara tergolong subjek Hukum badan Hukum (Rechts person). 


Selain menghapuskan atau meniadakan atau memusnahkan orang Indonesia asli yang berpotensi sebagai genosida, amandemen Pasal 6 ayat 1 UUD 1945 juga mengakomodir kewarganegaraan ganda orang Tionghoa / Cina.


Amandemen Pasal 6 ayat 1 UUD 1945 secara juridis menunjukkan bahwa Amandemn UUD 1945 merupakan kepentingan Tiongkok atau China. 


Perlu diketahui bahwa;

‘semua warga negara Indonesia keturunan Tionghoa juga dianggap sebagai warga negara RRC. Status kewarganegaraan ganda orang Tionghoa sudah ada, jauh sebelum Republik Indonesia lahir’. Menurut Undang-Undang Kewarganegaraan RRC, tidak ada cara bagi seorang Tionghoa untuk dapat menanggalkan kewarganegaraan Cina kecuali meminta izin dari Menteri Dalam Negeri Cina, tetapi Kementerian hanya akan memberikan izin kalau calon telah memenuhi kewajiban terhadap Angkatan Bersenjata Cina." (Dr. Leo Suryadinata, Dilema Minoritas Tionghoa, terjemahan bahasa Indonesia oleh PT.Grafiti Pers, Juni 1984, halaman 121)


Amandemen Pasal 6 ayat 1 UUD 1945 mengakomodir orang yang mempunya kewarganegaraan ganda bukan karena kehendaknya menerima kewarganegaraan lain  untuk mencalonkan/menjadi calon presiden dan wakil presiden Indonesia.


Sesuai dengan prinsip kewarganegaraan RRC tersebut maka setiap warga negara Indonesia keturunan Tionghoa juga merupakan warga Negara RRC. Status kewarganegaraan RRC  bagi warga negara Indonesia keturunan cina (kewarganegaraan ganda)  bukan karena kehendak WNI keturunan Tionghoa/Cina menerima kewarganegaraan Cina akan tetapi oleh karena prinsip kewarganegaraan yang dianut oleh RRC. Sehingga dengan demikian semua warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa mempunyai kewarganegaraan ganda yakni kewarganegaraan RRC dan Indonesia  bukan karena kehendaknya menerima kewarganegaraan RRC tersebut.


Oleh karena itu, demi tegaknya Hukum dan menjaga eksistensi serta keselamatan Bangsa dan Negara Indonesia maka segenap Bangsa Indonesia harus berjuang agar UUD 1945 berlaku lagi (Kembali Ke UUD 1945)


Merdeka🇲🇨✊

Adv.Syarifuddin Simbolon, SH.