Selasa, 23 Februari 2010

ANAK INDONESIA SEJATI


….ANGIN KU
ANGIN GUNUNG…..

ANGINKU
ANGIN KEBENARAN

AKU LAHIR DI PINGGIR DANAU TOBA
BESAR DI DANAU TONDANO
MENYUSU DI IRIAN,….
...DARAHKU LAUT.....
AKU MUTIARA......
…..AKU PELINDUNG

...AKU ANAK INDONESIA SEJATI

Kata-kata diatas adalah kata-kata yang tersimpan dalam memoriku ketika mendengar seorang anak membaca sebuah puisi.

Namun sayangnya, sepertinya anak Indonesia sejati, dimana kalimat yang sepertinya senada terdapat dalam rumusan pasal 6 UUD 1945 (sebelum amandemen), “Presiden ialah orang Indonesia asli”, dihapuskan dengan amandemen. Entah…………apa motifasi, maksud dan tujuan amandemen UUD 1945 ???

Suatu ketika pada saat istirahat disebuah kamar hotel di Banjarmasin Kalimantan Selatan, jemariku lagi sibuk pencet-pencet tombol remote control tv untuk memilih siaran stasiun TV. Eh….kebetulan ketemu TVRI (TVRI 18 Mei 2008, 23.51.Banjarmasin) sedang meyiarkan acara Peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional. Jika tidak salah acara itu diadakan oleh Kementerian Pemuda dan Olah Raga yang pada saat itu dijabat oleh Adyaksa Dault.

Adapun kegiatan yang sempat saya saksikan pada acara tersebut antara lain :

- Pengumpulan tanah dan air yang diambil dari 33 provinsi. Yang dimulai dari Provinsi Papua hingga terakhir Provinsi Aceh Darussalam.
- Pidato dari 9 (sembilan) orang yang disebut 9 tokoh antara lain : Abdul Majid, Jimly Assydiqi, Rahmawati Soekarno Putri
- Pembacaan Puisi oleh seorang anak, “Anak Indonesia Sejati”

Ada beberapa hal yang menarik perhatian saya pada acara tersebut yakni :

Pidato yang disampaikan oleh Jimly Assydiqi :

“Bahwa para ahli di dunia sudah semakin yakin Indonesia adalah benua atlantik yang hilang "the lost atlantic". Kebudayaan barat itu adalah percikan kebudayaan dari Indonesia”

Pidato yang disampaikan Jimly tersebut adalah hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh professor ahli sejarah dari Inggris dan ahli antropologi dari brazil. Pada kesempatan itu juga Jymli Assydiqi memberitahukan bahwa beliau sudah mendapatkan buku yang ditulis oleh 2 (dua) guru besar tersebut.

Pidato yang disampaikan oleh Abdul Majid.:

“Kebangkitan kebangsaan,,,,,
Kebangsaan apa?
Bukan kebangsaan Jepang,
Yang dimaksud dengan kebangsaan itu adalah kebangsaan Indonesia.

Pembacaan puisi oleh seorang anak sekolah dengan penggalan syair seperti pada awal catatan ini.

Pidato atau dari kata-kata yang disampaikan oleh Jimly dan Majid serta rangkaian kata-kata dalam puisi yang dibacakan anak tersebut, mengingatkan saya pada pemikiran-pemikiran saya tentang bangsa Indonesia.

Menurut pemikiran saya, Bangsa (orang) Indonesia ini adalah bangsa paling tua didunia.Bangsa (orang) Indonesia adalah orang yang memiliki kebudayaan tinggi/tua.

Pemikiran saya tersebut saya hubungkan dengan penemuan fosil manusia tertua didunia yang ditemukan di Pulau Jawa.

Ada istilah-istilah atau kata-kata dalam bahasa Indonesia terdapat di Negara-negara lain seperti : Asmara ibu kota Eritrea, Bermuda dengan ibu kota “Hamilton” di Samudera Atlantik, Pantai Gading di Afrika, dan lain-lain.

Selanjutnya apabila bangsa Indonesia di tinjau lebih lanjut lagi, maka orang, atau suku tertua dari bangsa (orang) Indonesia adalah suku Batak.

Pemikiran ini saya hubungkan dengan kebudayaan Batak antara lain :

1. Suku Batak itu sudah punya tulisan sendiri, punya kalender atau penanggalan yang terdiri dari 7 hari dalam seminggu, 30 (tiga puluh) nama hari dan 12 nama bulan. Hitungan hari adalah malam, melihat bulan.Hitungan hari mirip dengan hitungan hari pada tahun Hijriah (penanggalan Islam).
2. Dalam pelajaran antropologi budaya suku Batak itu termasuk dalam golongan PROTO MELAYU (MELAYU TUA)
3. Istilah atau kata-kata dalam bahasa Batak terdapat atau masih banyak sama dengan bahasa pada bangsa dan Negara lain seperti Philippina, Vietnam.

Namun sayang seribu kali sayang sepertinya belum ada penelitian yang serius dari bangsa ini tentang peradaban dan kebudayaan Indonesia.

Meskipun demikian, setidak-tidaknya hal diatas dapat dijadikan menjadi bahan agar kita, seluruh bangsa, orang Indonesia bangga (jika boleh berbangga), lebih banyak bersyukur sebagai bangsa, orang Indonesia yang sudah memiliki peradaban dan kebudayaan tinggi.

Sepertinya tidak perlu meniru apalagi bangga ketika berpakaian, berpenampilan seperti “ala” bangsa, orang asing. Yang mengakibatkan kita masuk menjadi golongan “kebudayaan massa”, jika tidak boleh memakai “tidak berbudaya”
Kebudayaan massa ini “mass culture” adalah kebalikan atau lawan dari kebubudayaan tinggi “hight culture”, kebudayaan elit.

Kebudayaan massa ini sesungguhnya adalah korban-korban dari produk dari suatu “kebudayaan tinggi” dengan cara penyebar luasan secara besar-besaran produk suatu kebudayaan, terkadang bersamaan dengan motifasi bisnis seolah-olah produk itu menjadi hebat, bagus, top, trendy, dan lain-lain yang membuat orang lain (yang sebenarnya punya kebudayaan tinggi sendiri) tertarik dan lupa akan budayanya (baca: kebudayaan tinggi) nya sendiri.

Seperti gencar-gencarnya siaran-siaran televisi dengan menampilkan acara-acara, perlombaan idola cilik, idola remaja, penyanyi, pemain sinetron menjadi suatu kebanggaan, menjadi primadona, “selebritis”. Menjadi selebritis sepertinya tujuan tertinggi. Selanjutnya para artis atau selebritis itu berpakaian ala amoy, ikut merayakan imlek, dan lain-lain yang bukan mencerminkan kebudayaan tinggi Indonesia. Bangsa ini seolah-olah hendak dijadikan negara artis. Entah pengaruh atau akibat mass culture itukah hingga pejabat tinggi negara ini pun ikut menjadi artis.Entahlah.............................

Kebudayaan massa, itu lama kelamaan dimungkinkan menjadi lupa dengan kebudayaan tinggi nya sendiri. Padahal mereka juga tidak menjadi pemilik budaya yang menghasilkan produk yang dia pakai. Korban produk kebudayaan tinggi, hight culture. Mereka menjadi objek dari budaya tinggi.

Akibat lanjutannya ‘sangat buruk”, kebudayaan massa akan melahirkan khalayak pasif yang cepat tanggap pada godaan dan bujukan. Dengan bahasa sederhana, mereka sesungguhnya menjadi golongan yang tidak berbudaya, kebudayaan massa. Mereka menjadi sekelompok manusia yang tidak dapat dipilah-pilah, semacam kerumunan “crowd” dalam ilmu sosiologi yang tidak bertahan lama, bahkan dapat dikatakan segera mati.

Kebudayaan massa merusak kebudayaan tinggi dengan memperalat atau mencuri kebudayaan tinggi, mengakibatkan pemakainya kehilangan jati diri.

Penjajahan bentuk inilah yang sepertinya lebih berbahaya, lebih bahaya dari penjajahan Belanda atau Inggris atau Jepang terhadap negeri ini.Barangkali boleh menyebutnya penjajahan ultra modern. Barangkali inilah pula yang telah diperingatkan oleh Bung Karno, “penjajahan budaya”!!!


Sangat berbahaya !!!

Karena penjajahan bentuk ini tidak dianggap penjajahan atau agressi. Dan sepertinya korbannyapun tidak merasa telah dijajah dan dijajah, lebih dijajah lagi. terkadang malah sepertinya mereka bangga.

Untuk itu banggalah (baca;bersyukurlah) sebagai bangsa (orang) Indonesia.Pelajari dan berpenampilanlah dengan kebudayaan Indonesia. Sebab kemungkinan besar kebudayaan Indonesia inilah induk kebudayaan, sebagaimana sudah dilakukan penelitian oleh ahli sejarah dari Inggris dan ahli dari Brazil seperti dikemukakan oleh Jymli, atau setidak-tidaknya bangsa Indonesia sudah mempunyai kebudayaan tinggi, “high culture” Tidak perlu meniru-niru atau mengikuti cara, style, bahasa, gaya hidup, apalagi sekedar gaya, style orang atau bangsa asing.

Barangkali boleh dimulai dengan tidak memakai kata “gocap” untuk lima puluh, “gope” untuk lima ratus, “goceng” dan lain-lain. Sepertinya lebih baik menggunakan lima puluah, limo ngatus, saribu, dan lain-lain kata dalam bahasa yang lahir dan tumbuh di seantero nusantara dari Sabang sampai Merauke, dari Talaud hingga pula Rote. Sebab itulah antara lain kebudayaan tinggi “high culture” mu, kebudayaan tinggi Indonesia.

Sepertinya gocap, gope, goceng bukanlah budaya tinggi nusantara (Indonesia) melainkan kebudayaan atau produk kebudayaan dari Amerika atau China.

Pandailah berbahasa Indonesia dan pintarlah berhitung. Jangan pintar berbahasa asing tapi tak faham bahasa sendiri.

Hendaklah burung tampil dan berpenampilan sebagai burung, jangan berpenampilan atau tampil seperti ular.

Selayaknya dan seharusnyalah GARUDA tampil dan berpenampilan (berbudaya) dengan budaya BURUNG GARUDA,
bukan dengan budaya ular naga.

Tampil dan berpenampilanlah (budaya) orang Indonesia dengan kebudayaan Indonesia,
bukan dengan budaya Amerika atau Cina.

Tampil dan berpenampilanlah (BERBUDAYA-LAH) sebagaimana layak dan harusnya ORANG INDONESIA ASLI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar