Menjelang dan masa
pemilihan Calon Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 mencuat polemik seputar agama
yang dianut seseorang calon pejabat.Ada yang menghendaki calon harus beragama tertentu.Istilah kafir
menjadi sangat popular. Polemik meluas hampir seluruh lapisan masyarakat tidak
kecuali mereka yang berlatar belakang akademis Hukum bahkan berprofesi sebagai
Penasihat Hukum/Advokat/Lawyer.
Seharusnya para Sarjana
Hukum, Advokat atau Penasihat Hukum atau Lawyer tidak turut serta berpendapat
atau berpolemik tentang kafir atau tidak kafir mengenai calon-pejabat atau pejabat
penyelenggara Negara maupun Pemerintahan Indonesia. Selayaknyalah menjadikan Hukum Positif pedomannya.
HUKUM POSITIF (Sumber Hukum) Indonesia adalah UUD 1945 tgl.18.8.1945 jo.5.7.1959
Oleh karena UUD 1945 merupakan sumber Hukum Indonesia atau Hukum tertinggi maka segala bentuk peraturan Hukum di Indonesia HARUS sesuai dan selaras dengan ketentuan ditentukan UUD 1945 tersebut dengan konsekuensi BATAL atau TIDAK SAH apabila ada yang tidak sesuai atau bertentangan.
UUD 1945 merupakan Sumber Hukum positif tentang orang yang dibenarkan menjadi pejabat Indonesia baik pejabat penyelenggara Negara maupun pemerintahan antara lain :
1.Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
"Kedaulatan adalah ditangan Rakyat, dst...".
Yang berhak dipilih dan memilih dalam rangkan penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia adalah RAKYAT bukan Warga Negara.
HUKUM POSITIF (Sumber Hukum) Indonesia adalah UUD 1945 tgl.18.8.1945 jo.5.7.1959
Oleh karena UUD 1945 merupakan sumber Hukum Indonesia atau Hukum tertinggi maka segala bentuk peraturan Hukum di Indonesia HARUS sesuai dan selaras dengan ketentuan ditentukan UUD 1945 tersebut dengan konsekuensi BATAL atau TIDAK SAH apabila ada yang tidak sesuai atau bertentangan.
UUD 1945 merupakan Sumber Hukum positif tentang orang yang dibenarkan menjadi pejabat Indonesia baik pejabat penyelenggara Negara maupun pemerintahan antara lain :
1.Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
"Kedaulatan adalah ditangan Rakyat, dst...".
Yang berhak dipilih dan memilih dalam rangkan penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia adalah RAKYAT bukan Warga Negara.
Sejarah Indonesia dan UUD 1945 membedakan Bangsa, Rakyat dan Warga Negara.
Tentang perbedaan Bangsa,
Rakyat dan Warga Negara Indonesia antara lain dapat dilihat dari :
a. Putusan Kerapatan Pemuda-Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda) 2
b.Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 (Proklamasi 17.8.05)
c.Pembukaan UUD 1945.
d.Pasal 26 ayat 1 UUD 1945.
e.Pasal 27 UUD 1945.
f.Pasal 33 UUD 1945.
2.Pasal 6 ayat (1) UUD 1945.
"Presiden ialah orang Indonesia asli."
Sesuai ketentuan Pasal 1 (2) UUD 1945 dan Pasal 6 ayat 1 UUD 1945 maka menurut Hukumnya, Presiden Indonesia hingga Ketua Rukun Tetangga HARUS orang Indonesia asli.
Sesuai PUTUSAN Kongres Pemuda-Pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 atau lebih terkenal dengan SUMPAH PEMUDA yang merupakan hari atau waktu berdiri atau lahirnya Bangsa Indonesia, menurut Hukumnya golongan Tionghoa/Cina tidak termasuk atau bukan Bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, menurut Hukumnya di Indonesia ORANG-ORANG BANGSA INDONESIA itulah yang memiliki HAK dipilih atau memilih termasuk akan tetapi tidak terbatas menjadi calon pemangku atau pemangku Jabatan Presiden hingga Ketua Rukun Tetangga.Dengan perkataan lain HAK dipilih dan memilih dalam rangka penyelenggaraan Negara maupun pemerintahan Indonesia terbatas pada orang Indonesia dan atau dibatasi oleh kebangsaannya bukan agamanya.
Demikian menurut HUKUM.
Marilah mengikuti, patuh, taat dan atau menegakkan HUKUM sebab itulah jalan SELAMAT mewujùdkan KEADILAN UNTUK SEMUA.
Demikian sekilas tentang pejabat penyelenggara Negara maupun pemerintah Indonesia.
Merdeka!!!!!
Adv.Syarifuddin Simbolon, SH.
https://www.youtube.com/watch?v=UmC4r002qS4
BalasHapus