Bahwa
sesuai dengan sejarahnya Undang Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) merupakan
produk atau dibuat atau diadakan oleh Bangsa Indonesia yang lahir/berdiri pada
tanggal 28 Oktober 1928 yang terkenal dengan Peristiwa Sumpah Pemuda.
Perumusan
UUD 1945 dimulai oleh Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) hingga Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). UUD 1945 itu disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945.
UUD
1945 bukan ditetapkan atau disahkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR).Dengan perkataan lain UUD 1945 bukan produk MPR melainkan MPR lah yang
merupakan produk daripada UUD 1945.
Secara
tegas UUD 1945 merupakan Undang Undang Dasar Negara Indonesia (Alinea keempat
UUD 1945).
Secara
akademis UUD 1945 termasuk golongan Hukum Tata Negara (Staat Rechts), bukan
hukum tata pemerintahan (Administratief Rechts).
Secara
juridis UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itulah
Wujud Negara Indonesia selaku subjek Hukum orang badan hukum (Rechts persoon)
yang didirikan dan atau diadakan oleh Rakyat Indonesia selaku Bangsa Indonesia
pemilik Negeri (Tanah Air dan Ruang Angkasa/Wilayah Indonesia yang lahir dan
atau berdiri pada tanggal 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda) Yang Merdeka pada
tanggal 17 Agustus 1945 (Proklamasi 17 Agustus 1945).
Bangsa
Indonesia termasuk golongan subjek hukum orang manusia/alami ( Natuurlijkepersoon).
Secara
sederhana dapat dirumuskan :
Bahwa
UUD 1945 merupakan produk dan milik Bangsa Indonesia sedangkan MPR merupakan
produk/lahir dari UUD 1945.
MPR
merupakan salah satu organ atau alat kelengkapan dari UUD 1945
Dengan
demikian menurut Hukumnya, kedudukan UUD 1945 lebih tinggi daripada MPR.
UUD
1945 tidak memberi mandat atau wewenang kepada MPR untuk menetapkan atau
mengubah UUD 1945 melainkan memberi mandat atau wewenang menetapkan dan
mengubah UUD (Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945)
Sesuai dengan rumusan
Pasal 3 UUD 1945
“Pasal 3 Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan
garis-garis besar dari pada haluan negara.”
Maka Pasal 3 UUD 1945 itu merupakan ketentuan mengenai mandat atau wewenang MPR untuk menetapkan Undang-undang Dasar (UUD), bukan menetapkan Undang Undang Dasar 1945.
Demikianpun ketentuan Pasal 37 Ayat (1) UUD 1945
Pasal 37
(1) Untuk mengubah Undang-undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
(1) Untuk mengubah Undang-undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
Maka Pasal 37 ayat
(1) UUD 1945 tersebut adalah mengenai wewenang MPR untuk mengubah UUD, bukan mengubah UUD 1945.
Sesuai dengan
ketentuan Pasal 3 dan Pasal 37 tersebut maka MPR memiliki wewenang untuk
mengubah UUD (Pasal 37) yang ditetapkan oleh MPR disebut dan dimaksud Pasal 3.
Oleh karena itu
menurut Hukumnya MPR tidak memiliki wewenang untuk mengubah UUD 1945.
Menurut Hukumnya,
perbuatan atau tindakan tanpa kewenangan adalah TIDAK SAH dan BATAL.
Menurut Hukumnya,
semua akibat yang timbul dari dan oleh karena atau didasarkan pada yang tidak
sah adalah TIDAK SAH, BATAL, "null and void".
Oleh
karena itu maka menurut Hukum perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945 baik
Perubahan pertama sampai dengan Perubahan keempat (UUD 1999-2002) adalah TIDAK SAH, BATAL.
Bahwa oleh karena
Amandemen/Perubahan UUD 1945 TIDAK SAH maka akibat yang timbul dari dan oleh
karena atau didasarkan pada Amandemen/Perubahan UUD 1945 atau UUD 1945 setelah
Amandemen/Perubahan pertama s/d Perubahan keempat (UUD 1999-2002) adalah TIDAK SAH, termasuk akan tetapi
tidak terbatas pada Pemilihan Umum Secara Langsung Presiden RI/Wapres (PILPRES)
maupun Pemilihan Umum Secara Langsung Kepala daerah (PILKADA)
Bahwa
oleh karena itu, maka MENURUT HUKUMNYA, Pejabat (Orang Yang menduduki
Jabatan/Mendapatkan Jabatan) entah itu Jabatan Presiden RI/Wakil,
Gubernur/wakil adalah Pejabat YANG TIDAK SAH, illegal, haram.Dihadapan Hukum mereka dianggap tidak ada, batal.
Bahwa
sesuai dengan Pancasila, Pembukaan UUD 1945, Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 dan
Sistem Negara berdasar atas hukum (rechtsstaat)
yang dijelaskan pada Penjelasan UUD 1945, maka
Setiap Warga WAJIB menjunjung hukum dan pemerintahan itu.
Bahwa
oleh setiap warga negara WAJIB untuk menjunjung (TAAT, PATUH DAN HORMAT PADA
HUKUM) dan pemerintahan Negara` Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu,
setiap Warga Negara Republik Indonesia WAJIB
melakukan UPAYA HUKUM dan atau TINDAKAN HUKUM untuk MENGHENTIKAN dan atau TIDAK
MEMBIARKAN keadaan dan atau perbuatan
YANG BERTENTANGAN DENGAN HUKUM (TIDAK SAH).
Oleh
karena itu kewajiban Hukum bagi seluruh Rakyat Indonesia selaku Bangsa
Indonesia maupun sebagai Warga Negara Indonesia untuk memperjuangkan atau
melakukan upaya sesuai tata acara menurut Hukum agar UUD 1945 perubahan pertama
s/d Perubahan keempat BATAL dan atau KEMBALI KE UUD 1945 tanggal 18 Agustus
1945 jo.5 Juli 1959.
Bahwa
tentang KEADAAN YANG TIDAK SAH itu berulang kali telah saya posting, SUDAH
DIPERSIAPKAN UPAYA/TINDAKAN HUKUM untuk itu mari RAPATKAN dan LURUSKAN BARISAN
untuk MELAKUKAN TINDAKAN/UPAYA HUKUM itu.
Bahwa
sesuai dengan sistem dan atau Prinsip
Negara Berdasar atas hukum yang dianut oleh NKRI maka membiarkan keadaan atau perbuatan MELANGGAR
HUKUM (TIDAK SAH) itu berpotensi sebagai suatu kesalahan atau pelanggaran hukum
(TIDAK MENJUNGJUNG HUKUM) yang tentu ada akibat hukumnya.
Bahwa
sesuai dengan Sistem Negara Berdasar Atas Hukum (Rechtsstaat) yang dianut oleh Indonesia dan Prinsip Rule of Law yang diakui secara Universal,
maka segala tindakan mengenai penyelenggaraan NEGARA INDONESIA maupun
Pemerintah Indonesia harus berdasar atas Hukum, sesuai dan atau menurut Hukum.
Untuk
menentukan apakah sesuatu keadaan atau perbuatan sesuai menurut Hukum atau
bertentangan dengan Hukum, SAH atau tidak merupakan kompetensi MAHKAMAH atau Kekuasaan Kehakiman disebut dan
dimaksud Pasal 24 UUD 1945, bukan MPR
juga bukan Presiden.
Merdeka!!!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar