Perubahan
Pasal 24 UUD 1945 merupakan perampasan Kewenangan Mahkamah
Agung untuk melakukan Kekuasaan Kehakiman dan atau membuat terjadinya dualisme
Kekuasaan Kehakiman dan dualisme Hukum.
Pasal 24 UUD 1945
menentukan :
(1)
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.
(2)
Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.
(vide Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 2015,
Sekretariat Jenderal MPR RI, Cetakan keduabelas, 2013, halaman 12)
Pasal 24 UUD 1945
diubah menjadi :
(1)
Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
(2)
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
(vide Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 2015, Sekretariat Jenderal MPR RI,
Cetakan keduabelas, 2013, halaman 91)
Bahwa keberadaan
Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditentukan Perubahan
UUD 1945 Pasal 24 ayat (2) adalah suatu keadaan yang bertentangan dengan
Hukum karena akan menimbulkan adanya dua Kekuasaan Kehakiman yakni sebuah Mahkamah Agung dan sebuah lagi Mahkamah
Konstitusi.
Bahwa adanya dua
pelaksana kekuasaan Kehakiman pastilah akan melahirkan dan atau menghasilkan
dua produk Hukum yang tentu akan menimbulkan tidak adanya kepastian Hukum.
Bahwa adanya
Mahkamah Konstitusi diluar Mahkamah Agung merupakan keadaan yang bertentangan
dengan sifat dan hakekat daripada Hukum itu yaitu KEBENARAN YANG TIDAK MENDUA.
Bahwa kebenaran
itu tidak mendua melainkan Esa, Tunggal, Ahad sebagaimana juga terkandung dalam
ajaran dan atau faham Bhinneka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangruwa, Tauhid, Manunggaling Kawula Gusti, Keesaan dan Faham NEGARA KESATUAN
yang dianut oleh Negara Indonesia
yakni
NEGARA KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA dan
KETUHANAN YANG MAHA ESA selaku sila pertama yang manunggal dalam PANCA SILA
(setiap sila saling berhubungan dan tidak terputus)
Karena apabila
ada 2 (dua) Hukum, maka tentu tidak ada kepastian Hukum. Bertentangan dengan
ajaran TAUHID dan atau KEESAAN.
Ada tertulis :
“Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua
tuan.Karena ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang
lain.Kamu tidak dapat mengabdi kepada ALLAH dan mamon”.
(vide Injil Matius 6
ayat 24 dan Lukas 16 ayat 13)
Bahwa sesuai
dengan Panca Sila maka Hukum pada tingkat paling tinggi adalah ALLAH TUHAN YANG
MAHA ESA, MAHA BENAR, MAHA HAQ
Perubahan Pasal
24 ayat (2) UUD 1945 berpotensi sebagai perbuatan menduakan dan melawan ALLAH
TUHAN YANG MAHA ESA.
Semoga TUHAN YANG
MAHA ESA mengampuni TERGUGAT-1 s/d TERGUGAT-11 dan kawan-kawannya yang ikut mengubah dan/atau menambah UUD 1945.
Perubahan UUD
1945 sangat merugikan Negara Indonesia termasuk Negara-negara lain dalam
pergaulan Internasional karena tidak ada kepastian Hukum.Negara-negara di dunia
akan menjadi tidak percaya kepada Negara Indonesia karena tidak ada kepastian
Hukum di Indonesia.
Kekuasaan yang
dilakukan oleh sebuah Badan Mahkamah Agung adalah selaras dan sesuai
dengan sistem negara berdasar atas Hukum (Rechtsstaat).
Secara tegas UUD
1945 menentukan hanya ada 2 (dua) kekuasaan yakni :
Kekuasaan Pemerintahan Negara pada Bab III dan Kekuasaan Kehakiman
pada Bab IX
Dengan
memperhatikan rumusan ketentuan Pasal-pasalnya serta sifat dan makna kekuasaan
itu, maka Kehakiman lebih tinggi daripada Kekuasaan Pemerintahan.
Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara.
Pasal 4 ayat (1)
Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar.
Bab IX Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.
Bahwa untuk frasa kekuasaan pemerintahan disandingkan
memegang sedangkan untuk frasa kekuasaan kehakiman disandingkan kata dilakukan.
Kedua kata yang bersandingan pada kekuasaan pemerintahan
tidak sama sifat dan kualitasnya.
Kata memegang sifatnya; tidak bergerak,
tidak dipergunakan, belum dipergunakan, belum difungsikan, statis, pasif, tidak
hidup mengandung dan atau memperlihatkan unsur atau sifat dapat berpindah. Kata
memegang tidak menunjukkan bahwa sesuatu yang dipegang itu dipergunakan.
Kekuasaan itu masih tergantung pada sesuatu.
Kata dilakukan sifatnya : hidup, bergerak, aktif, dipergunakan, berfungsi. Kekuasaan Kehakiman itu
tidak tergantung kepada sesuatu.Sifat tersebut seiring dengan sifat ALLAH TUHAN
YANG MAHA ESA, MAHA KUASA, MAHA PERKASA, MAHA BENAR, MAHA HAQ yang merupakan
Hukum pada tingkat MAHA TINGGI tidak tergantung kepada sesuatu, akan tetapi
kepada ALLAH TUHAN YANG MAHA AGUNG bergantung semua urusan.
Kata dipegang
pada kekuasaan pemerintahan adalah sejalan dan berhubungan dengan sistem
pemerintahan negara yakni Negara yang berdasar atas Hukum (Rechtsstaat). Segala
tindakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara HARUS BERDASAR DAN
SESUAI DENGAN HUKU.
Kekuasaan
pemerintahan itu baru akan berfungsi dan atau dapat difungsikan, dapat
digunakan, dapat dilakukan setelah dilengkapi dengan Hukum.
Dengan
demikian kekuasaan pemerintahan yang
telah dilengkapi dengan Hukum barulah kekuasaan itu dapat dipergunakan, dapat
difungsikan dan atau dilakukan. Kekuasaan pemerintahan yang telah dilengkapi
dengan Hukum disebut dan atau menjadi wewenang (authority atau legalized power).
Demikianlah UUD
1945 menentukan dan meletakkan setiap kata dan segala sesuatunya dengan sangat
teliti. Menempatkan segala sesuatu secara proporsional. Menyerahkan setiap urusan kepada ahlinya.
Setiap kata penuh
makna dan tepat pada penggunaan dan penempatannya. UUD 1945 itu menempatkan
Hukum dan fungsinya pada posisi tertinggi.
Demikianpun
dengan penggunaan nama Pengadilan ini dengan Nama Pengadilan Negeri yakni
Pengadilan Negeri Sleman tempat kita
berada menegakkan Kebenaran untuk mewujudkan Keadilan.
Sistem negara
berdasar atas Hukum (Rechtsstaat)
yang dianut oleh UUD 1945 selaras
juga dengan pesan Oppung dari Gunung Toba
“Sitokka pajolo gogo papudi
Uhum”
Terjemahan bebas: Berpantang
mendahulukan kekuatan mengabaikan Hukum.
Sesuai dengan substansi, materi dan atau sifat
Kekuasaan Kehakiman ditentukan UUD 1945 maka sungguh tepat Pengadilan Negeri
Sleman yang mengadili perkara ini selaku pelaksana Kekuasaan Kehakiman yang
merupakan KEKUASAAN YANG MERDEKA untuk menegakkan Hukum-Kebenaran demi
terwujudnya keadilan bagi semua di bumi, negeri Indonesia sesuai dengan perintah Tuhan Yang Maha Esa
sebagaimana terkandung dalam PANCA SILA dan UUD 1945.
Pada kesempatan
ini sepertinya adalah waktu yang tepat bagi segenap Bangsa Indonesia terlebih
Yang Mulia Majelis Hakim merenungkan mengapa Pengadilan yang memeriksa perkara
ini diberi nama Pengadilan Negeri
bukan Pengadilan Negara.
Negeri itu adalah
wilayah yang terdiri dari bumi dan air serta ruang angkasa. Negeri sepadan
dengan tanah tumpah darah yakni bumi dan alam lingkungan hidup, darimana kita
berasal, dibangkitkan, dimana kita hidup dan berada serta akan kembali.
Negeri dalam
naskah Pembukaan UUD 1945 dirumuskan dengan aksara tumpah darah Indonesia.Dalam bahasa Luhur oleh Orang Bangsa
Indonesia sering dan terkenal dengan sebutan Ibu
Pertiwi.
Setiap kata penuh
makna dan tepat pada penggunaan dan penempatannya. UUD 1945 itu menempatkan
Hukum dan fungsinya pada posisi tertinggi. Kekuasaan Kehakiman selaku yang
mempunyai wewenang untuk menentukan dan atau memutuskan tentang Hukumnya.
Bahwa sesuai
dengan sistem negara berdasar atas Hukum (Rechtsstaat),
maka Negara Indonesia juga harus patuh dan taat pada Hukum.
Bahwa oleh karena
Negara Indonesia harus tunduk dan patuh pada Hukum, maka tentu Kekuasaan Kehakiman tidak dibawah kekuasaan
Negara. Kewajiban Negara Indonesia harus tunduk dan patuh pada Hukum sejalan
dengan kedudukannya sebagai badan hukum yang menjadi subjek Hukum (Rechts persoon) pendukung hak dan
kewajiban.Dengan demikian kekuasaan kehakiman ialah Kekuasaan Yang Merdeka
disebut pada penjelasan adalah tepat dan sesuai dengan yang sebenarnya, karena
Hukum itu lah yang merdeka, dan
kemerdekaan adalah Hukum.
Karena Hukum itu
merdeka, maka Hukum tidak membenarkan adanya penjajahan. Oleh
karena itu penjajahan dalam segala bentuk dan cara
harus (mutlak, demi Hukum) dihapuskan.
Sesuai dengan substansi, materi dan atau sifat
Kekuasaan Kehakiman ditentukan UUD 1945
maka sungguh tepat Pengadilan Negeri Sleman yang mengadili perkara ini
melakukan Kekuasaan Kehakiman yakni KEKUASAAN
YANG MERDEKA untuk menegakkan Hukum-Kebenaran demi terwujudnya keadilan bagi
semua di bumi, negeri Indonesia sesuai
dengan perintah Tuhan Yang Maha Esa terkandung dalam PANCA SILA dan UUD 1945.
Sungguh nama Pengadilan Negeri sebagai bagian dari
badan kehakiman pada lingkungan Mahkamah Agung dalam memutuskan tentang
Hukumnya suatu perkara berhubungan langsung dengan TUHAN YANG MAHA ESA selaku
Pencipta dan Pemilik Negeri juga Pencipta dan Yang menciptakan Bangsa dalam perkara
ini yakni Negeri Indonesia dan Bangsa Indonesia.
Hubungan langsung
Hakim dalam melaksanakan Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka dengan TUHAN YANG MAHA ESA tercermin pada setiap
putusannya dengan irah-irah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.
Menurut struktur
kekuasaan, kedudukan Pengadilan Negeri
Sleman selaku badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman berhubungan langsung dengan
Negeri Indonesia dan Bangsa Indonesia selaku Pemilik Negeri dan Negara
Indonesia.
Status dan
Kedudukan Kekuasaan Kehakiman yang berhubungan langsung dengan Negeri (Tanah Indonesia) dan Bangsa (Bangsa Indonesia) beriringan dengan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), karena Nasional berasal dari bahasa Inggris
dengan kata dasar nation yang artinya
bangsa. Dengan demikian, kata Tentara
yang bersandingan dengan Nasional memberi
pengertian bahwa tentara itu
berhubungan dengan bangsa. Indonesia
setelah kata Nasional menegaskan bangsa itu adalah bangsa
Indonesia, bukan bangsa Aborigin, bukan bangsa Barbar juga bukan bangsa China,
bukan bangsa Mesir melainkan Bangsa Indonesia.
Tentara Nasional
Indonesia (T.N.I) sepadan dengan Tentara Bangsa Indonesia yang berhubungan
langsung dengan Bangsa dan yang
menciptakan Bangsa Indonesia dan Negeri Indonesia. Menurut struktur kekuasaan maka
Tentara Nasional berhubungan langsung dengan Bangsa bukan negara, bukan state.
Bangsa Indonesia
dan Tentara Nasional Indonesia kedudukannya lebih tinggi daripada pemerintah
Negara Republik Indonesia. Pemimpin Tentara Bangsa Indonesia berhubungan
langsung dengan Pemimpin Bangsa Indonesia.
Tentara Nasional
Indonesia adalah bagian dari Bangsa selaku pemilik negara Indonesia.Alat bangsa
Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
(Negeri) Indonesia beserta milik Bangsa Indonesia, menjaga keselamatan Bangsa
Indonesia dan Negara Indonesia.
Dengan memperhatikan
Firman ALLAH yang tertulis dalam Al Qur’an akan membantu untuk memahaminya
antara lain Surah Al ‘Alaq ayat (1) :
اقْرَØ£ْ بِاسْÙ…ِ رَبِّÙƒَ الَّØ°ِÙŠ Ø®َÙ„َÙ‚َ
Iqra' biismi rabbikal-ladzii khalaq(a)
Yang artinya
lebih kurang :
"Bacalah
dengan (menyebut) nama Rabb-mu Yang menciptakan," – (QS.96:1)
Ada Panglima
Daerah Militer Iskandarmuda, Panglima Daerah Militer Bukit Barisan, Panglima
Daerah Militer Sriwijaya, Panglima Daerah Militer Jaya/Jayakarta, Panglima
Daerah Militer Siliwangi, Panglima
Daerah Militer Diponegoro, Panglima Daerah Militer Brawijaya, Panglima Daerah
Militer Mulawarman, Panglima Daerah Militer Wirabuana, Panglima Daerah Militer Udayana,
Panglima Daerah Militer Tanjungpura, Panglima Daerah Militer Pattimura, Panglima
Daerah Militer Cendrawasih dan Panglima Daerah Militer Merdeka (dalam persiapan) serta Panglima Tentara
Nasional Indonesia untuk segenap Bangsa Indonesia dan seluruh Negeri Indonesia.
HUKUM itulah Panglima.
Jenderal itu Kekuasaan. Sehingga dengan
demikian, kekuasaan atau jenderal harus tunduk, patuh dan taat pada HUKUM.
Karena segala
mahluk yang ada di bumi, seluruh isi jagat raya harus patuh, harus taat dan harus mengikuti Hukum, sebab bila melawan, menentang Hukum niscaya hancur.
Sehingga dengan
demikian Kekuasaan Kehakiman dan Tentara Nasional bersama Bangsa Indonesia menjadi
TENTARA SORGAWI, TENTARA TUHAN menegakkan Hukum melindungi segenap Bangsa
Indonesia dan Rakyat Indonesia serta seluruh tumpah darah (Bumi, Air dan Ruang
Angkasa beserta seluruh kekayaan alam yang terkandung didalamnya) Indonesia.
Dengan Kekuasaan Kehakiman (kebenaran-Hukum)
oleh karena kebenaran – Hukum yang terkandung dalam lambang warna putih pada Sang Saka Merah Putih,
Bangsa Indonesia bersama Tentara
Nasional Indonesia berani berdiri menegakkan kebenaran yang terkandung
dalam lambang warna Merah pada Sang
Saka Merah Putih.
Barangkali
peristiwa ini mengingatkan kita pada kisah yang tertulis dalam Kitab Suci Bibel
(Alkitab) tentang Raja Salomo yang dikenal juga
dengan nama Nabi Sulaiman. Raja Salomo yang dikenal sebagai Hakim yang Adil
dengan HIKMAT KEBIJAKSANAAN dalam memutus perkara.
Nabi Sulaiman atau
Raja Salomo, King Salomon, Judgment of
Salomon, ketika mengadili perkara 2 (dua) orang Ibu yang memperebutkan 1 (satu)
orang anak. Masing-masing Ibu mengaku bahwa dirinya Ibu si anak dan
masing-masing Ibu itu meminta supaya anak itu diserahkan padanya. Dengan Hikmat
kebijaksanaan yang diberikan oleh ALLAH TUHAN YANG MAHA BIJAKSANA, Raja Salomo memutus
perkara tersebut dengan ADIL.(vide
Alkitab 1 Raja-raja 3 : 16 – 28)
Tentang kisah
Nabi Sulaiman mengadili perkara 2 (dua) orang Ibu memperebutkan 1 (satu) orang
anak juga diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim. (H.R Bukhori Nomor 6271 dan H.R
Muslim Nomor 3245)
Adalah merupakan
beban derita kita bersama selaku Bangsa Indonesia atas keadaan mayoritas RAKYAT
INDONESIA dibanyak penjuru Negeri Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari
Miangas hingga Rote hidup dalam keadaan yang sangat memprihatinkan menderita
dalam kemiskinan, bahkan ada yang busung lapar hingga mati kelaparan karena Hak
mereka atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dirampas oleh para pengusaha
yang berkolusi dengan penguasa dan atau neo
kolonialis/imperialis (NEKOLIM).
Oleh karena
keadaan Rakyat Indonesia itu dan pengetahuan Hukum kami, RAKYAT INDONESIA, PARA
PENGGUGAT yang terbatas maka kami mohon dan kiranya Ketua Pengadilan Negeri
Sleman dan atau Yang Mulia Majelis Hakim yang mengadili perkara ini menjadikan
kesempurnaannya karena memang HAKIM yang tahu tentang HUKUMNYA (ius curia novit).
Barangkali
peristiwa ini sebagian maksud dari Indonesia
Mercusuar Dunia yang dikemukakan oleh Sri Paduka Yang Mulia Soekarno,
Presiden Republik Indonesia/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang, beliau dikenal
juga dengan nama Dr.Ir.Haji Soekarno (Bung Karno) Pemimpin Besar Revolusi,
Penyambung Lidah Rakyat.
Melalui surat
gugatan ini, kami sampaikan pengharapan yang baik dan benar sekiranya Majelis Hakim Yang Dimuliakan oleh
Tuhan Yang Maha Esa yang mengadili perkara ini menjadi Palu Godam Hukum
dalam rangka pelaksanaan KEKUASAAN KEHAKIMAN yang merupakan KEKUASAAN YANG
MERDEKA, bukan palu undang-undang.
Undang-undang
boleh saja salah dan tidak adil, akan tetapi HUKUM pasti BENAR dan ADIL. Oleh
karena itu, demi tegaknya HUKUM dan terwujudnya KEADILAN boleh saja
undang-undang tidak berlaku di hadapan HAKIM.
Demikianlah PANCA SILA dan UUD 1945 menempatkan
segala sesuatu secara proporsional sebab proporsional itu dekat dengan ADIL dan
ADIL itu dekat dengan TAQWA kepada TUHAN YANG MAHA ESA.
Maka jadilah Yang
Mulia Majelis Hakim yang mengadili perkara ini menjadi KEADILAN YANG HIDUP bagi
segenap bangsa Indonesia yang juga adalah
Rakyat Indonesia dan Warga Negara Indonesia serta seluruh tumpah darah
(Negeri) Indonesia, seluruh umat manusia dan sekalian alam.
Demikian gugatan disebut dan dimaksud dalam surat gugatan ini kami sampaikan dan serahkan untuk
diadili.
Atas berkenan,
dengan segala kerendahan dari lubuk hati yang paling dalam kami haturkan terimakasih beriring do’a semoga
Tuhan Yang Maha Esa memberi kekuatan dan petunjuk serta perlindungan kepada
Yang Mulia Majelis Hakim dalam mengadili perkara ini menegakkan Hukum,
kebenaran demi terwujudnya Keadilan bagi semua.