Bukan Demokrasi Indonesia, Melainkan Republik Indonesia
Ini Republik Indonesia, bukan demokrasi Indonesia !!!.
Di lndonesia sepertinya istilah Republik kalah populer jika dibandingkan dengan dengan demokrasi.
Padahal secara resmi dalam sistem ketatanagaraan yakni dalam Dasar dan ldeologi maupun hukum dasar negara, terminologi demokrasi itu tidak ditemukan.
Lantas atas dasar apa demokrasi didengung-dengungkan kan?
Dari mana dan apa pula tujuan mendengung-dengungkan demokratisasi itu?
Selain itu yang tak kalah pentingnya menjadi pertanyaan, "apa yang dimaksud dengan demokrasi yang didengung-dengungkan itu"?
Secara resmi dalam dasar dan ideologi negara RI yang ditemukan adalah kerakyatan.Yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawartan/perwakilan. Hal ini terdapat dalam Pancasila yakni sila ke empat.
Namun pada kenyataan, entah itu dalam rangka penyelenggaraan negara oleh berbagai pejabat pada institusi-institusi baik eksekutif, maupun lembaga perwakilan mereka sering menghubungkan tindakan atau programnya dengan demokrasi.
Terkadang mereka berkata, “inilah demokrasi”. Ini demokratis, ini demokratisasi.Telah diputuskan secara demokratis.Telah ditentukan secara demokratis, dan lain-lain perkataan yang dihubungkan dengan demokrasi. Namun sepertinya tak pernah dijelaskan apa yang dimaksud dengan demokrasi yang mereka sebut dan dengungkan itu.
Tanpa penjelasan kemudian demokrasi pun sering dihubung-hubungkan dengan sistem pemerintahan dan bentuk pemerintahan. Terkadang mereka berkata “Inilah pemerintahan yang demokratis.”
Yah,,,beginilah menurut system pemerintahan demokrasi. Para pejabat negara sering menghubungkan demokrasi sebagai alas dan dasar atau pembenar tindakannya.Misalnya dalam mengambil suatu keputusan apabila ditentukan dengan suara terbanyak, maka itu disebut sebagai demokrasi, telah diputuskan secara demokratis.
Sepertinya aneh, pengambilan keputusan kok didasarkan atau diputuskan secara demokratis?
Demokrasi bukanlah suatu proses pengambilan keputusan.
Suatu keputusan dapat diambil melalui proses musyawarah dalam forum rapat, sidang dan lain-lain dengan berbagai metode, sistem atau atas dasar seperti pemungutan suara dan lain-lain.
Sesuai dengan dasar dan ideologi negara RI, maka dasar pengambilan keputusan dalam suatu musyawarah adalah hikmat dan kebijaksanaan. Keadaan ini jelas dan tegas ditentukan dalam sila keempat dari Pancasila.
Hikmat dan kebijaksaan itu lebih dekat dengan hukum. Selanjutnya dalam UUD 1945 disebutkan bentuk pemerintahan negara adalah Republik dan system pemerintahan negara adalah berdasar atas hukum
(rechtsstaat), bukan atas kekuasaan belaka
(machtsstaat). Tidak pula ditemukan istilah atau terminologi negara berdasar atas demokrasi.
Sehingga abila dihubungkan antara bentuk pemerintahan dengan system pemerintahan maka pemerintahan RI adalah Republik konstitusional (republik berdasar atas hukum dasar).
Dalam negara dengan sistem pemerintahan Republik konsitusional, tentulah tidak dibenarkan diktator mayaritas dan tidak pula tyrani minoritas.Tidak dibenarkan persekongkolan jahat oleh karena suara terbanyak.Demikian baik dan benarnya dasar dan ideologi negara ini ditentukan oleh para pejuang dan pendiri negara Republik Indonesia.
Namun demikian sepertinya para pejabat saat ini lebih akrab dengan demokrasi dibandingkan dengan republik.
Demokrasi sesungguhnya mempunyai kecenderungan menjadi
machtsstaat. Dalam situasi dan kondisi tertentu antara demokrasi dengan
machtsstaat sulit dibedakan apabila pengambilan keputusan dengan suara terbanyak disebut sebagai demokrasi.Dalam keadaan demikian suara terbanyak dibenarkan memaksakan kehendaknya kepada minoritas, padahal mayoritas itu belum tentu sesuai dengan hukum.
Dan anehnya sepertinya pengambilan keputusan dengan suara terbanyak mendominasi pengertian demokrasi. Inilah salah satu akar masalahnya.Sehingga dengan demikian demokarasi cenderung bermuka ganda.
Demokrasi menjadi tergantung kepada mereka yang menyebut dan menganggap demokrasi itu apa.
Apabila jumlah suara yang lebih banyak itu baik dan benar maka demokrasi akan menjadi baik. Namun jika suara yang lebih banyak itu tidak baik/salah maka akan disebut demokrasi yang jahat/buruk.
Celakanya,,keduanya dapat menyebut diri sebagai demokrasi.Demokrasi yang jahat juga menyebut dirinya "demokrasi". Sehingga orang banyak yang tidak menyadari bahwa "demokrasi" yang diusung oleh golongan "orang" tertentu itu adalah "demokrasi yang jahat/buruk".
Rakyat terpedaya dengan kedaulatan rakyat yang ada dalam demokrasi.Padahal sesungguhnya keadaan diatas seharusnya tidak terjadi karena demokrasi itu bukanlah pemungutan suara semata.
Oleh karena itu, harusnyalah mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan demokrasi itu.
Janganlah menjadi latah.Merasa mengerti padahal jauh dari sebuah pengertian tentang demokrasi.
Demokrasi itu berasal dari bahasa Junani yang terdiri dari dua kata yakni
demos dan
cratein, cratos. Sesungguhnya hal ini sudah diketahui sejak dibangku SMP, SMA atau tingkat persiapan di perguruan tinggi.
Pemerintah dan rakyat. Pemerintah yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sehingga dengan demokrasi itu lebih dekat pada sebuah sistem pemerintahan. Pemerintah itu berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Dalam bentuk tunggal, maka demokrasi itu dapat disebut; dari aku, oleh aku dan untuk aku. Dalam bentuk tunggal ini dapat terlihat bagaimana tergantungnya demokrasi kepada orang nya. Setiap orang dalam keadan tunggal berdaulat penuh atas dirinya.Jika orang itu baik maka tentulah demokrasinya menjadi baik. Jika orangnya tidak baik maka barang tentulah demokrasinya tidak baik pula. Sehingga dengan demikian untuk sebuah demokrasi yang baik dibutuhkan orang, rakyat yang baik, serba teratur, terpimpin.Jika tidak baik, tidak teratur, tidak terpimpin tentulah akan menjadi kacau, anarkhi.Maka inilah barangkali yang disebut oleh Bung Karno, demokrasi terpimpin.
Jika demokrasi itu adalah sistem pemerintahan. Maka system pemerintahan itu akan baik apabila rakyatnya baik. Kebaikan itu tentu akan terbukti dari tujuan dan hasilnya yang tentu harus mewujudkan kesejehateraan untuk seluruh rakyatnya.Agar demokrasi itu menjadi baik sepertinya masih diperlukan elemen yang mengatur.
Sehingga dengan demikian, sepertinya demokrasi itu lebih pas apabila disebut sebagai bentuk suatu pemerintahan, yakni pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, bukan sistem. Karena masih memerlukan elemen lain menyangkut menyangkut bagaimana pemerintahan itu jalankan.Setidak-tidaknya demokrasi itu masih memerlukan elemen yang mengatur agar menjadi baik.
Barangkali demokrasi pada jaman junani kuno sebenarnya belum ada organisasi pemerintah dan negara seperti saat ini.Kemungkinan pada jaman junani kuno yang disebut sebagai negara itu hanyalah sekelompok orang yang tinggal pada suatu tempat (kota) dan masing-masing orang perorang tertib mengatur diri sendiri berusaha sendiri untuk kesejahteraan sendiri. Tidak ada pemimpin formal dalam kelompok masyarakat. Masing-masing setiap penduduk memimpin diri sendiri dengan tertib.
Karena apabila sudah ada organisasi formal terlebih-lebih dalam bentuk negara tentulah harus ada pengurus yang menduduki suatu jabatan untuk urusan tertentu.Tidak semua menjadi pengurus yang duduk dalam jabatan struktural organisasi. Sewajarnya sebagian menjadi pengurus “pemerintah” dan sebagaian lagi menjadi anggota “rakyat”.
Sehingga dengan demikian untuk masyarakat modern yang serba kompleks seperti pada saat sekarang ini, maka bentuk pemerintahan demokrasi sudah tidak dimungkinkan.Dengan demikian untuk masyarakat modern seperti saat ini yang masih relevan dari sebuah demokrasi adalah unsur kedaulatan yakni kekuasaan tertinggi untuk menentukan sebuah pemerintahan termasuk asalnya yaitu yang membentuk pemerintahan itu serta tujuan pembentukan pemerintahan itu untuk kesejahteraan rakyat.
Pada masyarakat modern, yang lebih dimungkinkan adalah bentuk pemerintahan republik. Res dan publica. Pemerintahan yang diselenggarakan oleh orang banyak untuk melayani kepentinga public “rakyat”. Kekuasaan dalam pemeritahan tidak terpusat pada satu orang, melainkan pada beberapa orang yang bertugas untuk tugas dan urusan tertentu. Ada pembagian kekuasaan pemerintahan negara “distribution of power”. Dan pemerintahan itu ditujukan untuk melayani, mensejahterakan publik~ seluruh rakyat, social welfare.
Sehubungan dengan bentuk pemerintahan, Negara Indonesia dalam UUD 1945 menentukan bentuk pemerintahan negara adalah Repubublik, bukan demokrasi.
Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dalam keadaan modern seperti saat ini sepertinya sudah tidak relevan. Yang masih relevan dari demokrasi adalah unsur kedaulatan yakni kekuasaan yang tertinggi. Dalam negara modern selayaknya rakyat itulah yang berdaulat.Keadaan ini adalah patut sebab rakyatlah yang membentuk negara, rakyat lah subjeknya sedangkan negara itu adalah organisasi, kumpulan atau wadah dari rakyat itu.
Jika kedaulatan dalam suatu negara dipegang oleh rakyat maka negara itu disebut negara demokrasi.
Selanjutnya perlu pula diketahui dan dipahami kedaulatan apa yang dipegang atau yang berada ditangan rakyat itu.?
Mengenai hal ini ada beberapa teori tentang kedaulatan yakni kedaulatan Tuhan, Kedaulatan rakyat, kedaulatan negara dan kedaulatan hukum.
Mengenai teori kedaulatan tersebut diatas sepertinya Indonesia tidak menganut teori kedaulatan rakyat melainkan kedaulatan hukum.
Kedaulatan hukum yang dianut Indonesia itu dapat terlihat dari sila keempat dari Pancasila yakni “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” dan pasal 1 ayat 2 UUD 1945 "Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat."
Hikmat itu adalah lebih mendekati kebenaran, yang sebenarnya.Sedangkan yang sebenarnya itu identik atau dekat dengan hukum. Dan dalam menjalankan hukum itu diperlukan suatu sikaf yang arif lagi bijaksana. Dalam bermusyawarah maupun dalam menentukan perwakilan haruslah berdasar atas hikmat~hukum.Bukan karena suara terbanyak namun haruslah selalu berpatokan pada yang layak dan patut, hikmat~hukum. Karena jika tidak akan terjadi apa yang disebut dengan kejahatan komunal.Musyawarah, kesepakatan untuk berbuat jahat.Kesepakatan untuk melanggar hukum. Persekongkolan jahat, begitulah kira-kira apabila musyawarah tidak didasarkan pada hukum.
Dengan demikian jika dihubungkan dengan teori kedaulatan, maka di Indonesia kedaulatan itu adalah kedaulatan hukum.Kedaulatan hukum yang dipegang oleh rakyat Indonesia, kedaulatan itu berada pada rakyat.Posisi rakyat adalah pemegang kedaulatan. Bukan kedaulatan rakyat, melainkan kedaulatan hukum yang dipegang oleh rakyat.
Sepertinya keadaan itu lebih mendekatai pada kebenaran sebab apabila kedaulatan itu kedaulatan rakyat salah satu resikonya adalah bahwa kedaulatan itu sangat tergantung pada rakyat. Tergantung pada situasi dan kondisi rakyat, seperti situasi pemikiran, sikap dan perilaku tertentu. Kedaulatan itu tidak stabil, tidak tetap karena sangat tergantung pada keadaan rakyat. Jika pada suatu jangka waktu tertentu rakyat berorientasi pada kebaikan dan kebenaran, maka kedaulatan akan menjadi baik dan benar. Demikian jika kondisinya tidak baik maka kedaulatannya pula tidak baik.
Akan berbeda dengan kedaulatan hukum.Hukum itu tidak tergantung pada masyarakat, melainkan masyarakatlah yang tergantung pada hukum. Hukum itu lebih stabil dibandingkan dengan rakyat.Hukum itu pasti benar dan pasti adil. Jika tidak benar dan tidak adil maka itu bukan hukum. Oleh karena itu lebih tepat dan sepertinya lebih mendekati kebenaran apabila kedaulatan itu adalah kedaulatan hukum. Dan kedaulatan hukum itu ada pada dan dipegang oleh rakyat, bukan pada pemerintah.Begitulah kira-kira kedaulatan dimaksud dalam Pancasila Dasar dan Ideologi Negara Republik Indonesia.
Dan untuk Indonesia sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945 tanpa amandemen, kedaulatan hukum itu dipegang oleh rakyat.Demikian antara lain nilai-nilai Pancasila diwujudkan dalam UUD 1945 sebagai hukum dasar negara.
Jadi dengan demikian sekali lagi, ini Republik Indonesia, bukan demokras Indonesia.
Tidak ada demokrasi Indonesia yang ada adalah “ Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawartan/perwakilan yakni sila ke empat dari Pancasila.”
Sepertinya seharusnya demikian.
Insya Allah