Indonesia tidak mempunyai
perjanjian ekstradisi dengan Singapore akan tetapi penguasa negara RI tidak
sulit menangkap Gayus Tambunan (ketika menjadi tersangka tindak pidana suap
atau korupsi).Nazaruddin pun ditangkap dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Akan tetapi mengapa Syamsul
Nursalim (tersangka dlm skandal BLBI) yang hingga saat ini tidak ditangkap dan
tidak dilakukan proses hukum padahal Syamsul Nursalim datang melayat ketika
Liem Sie Liong meninggal di Singapore.
Apakah karena Syamsul Nursalim
yang entah siapa nama cina nya itu mempunyai kewarganegaraan RRC
atau kewarganegaraan lain?
Apakah ada pengaruh dwi kewarganegaraan
yang dianut oleh RRC?
Atau adakah amandemen Pasal 6 UUD
1945 yang menghapuskan ketentuan Presiden ialah orang Indonesia asli merupakan kepentingan RRC atau orang cina?
Pasal 6 (1) UUD 1945 :
"Presiden ialah orang Indonesia asli"
Pasal 6 (1) UUD 1945 :
"Presiden ialah orang Indonesia asli"
Namun yang pasti rumusan amandemen Pasal 6 (1) UUD
1945 membenarkan orang yang mempunyai dua kewarganegaraan (kewarganegaraan
ganda) menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI. Atau mengakomodir status dwi kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda yang dianut oleh RRC.
Perubahan/amandemen Pasal 6 (1) UUD 1945;
"Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden"
Perubahan/amandemen Pasal 6 (1) UUD 1945;
"Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden"
Lebih aneh lagi dalam amandemen Pasal tersebut ada embel-embel “tidak pernah menerima kewarganegaraan lain oleh
karena kehendaknya sendiri”.
Orang cina mempunyai
kewarganegaraan RRC bukan oleh karena kehendaknya akan tetapi oleh karena
politik dan hukum RRC.
Amandemen Pasal 6 (1) UUD 1945 sarat
dengan kepentingan orang cina baik cina keturunan ataupun totok.
Untuk itu ada baiknya memperhatikan
tulisan Dr.Leo Suryadinata yang ditulis dalam buku berjudul DILEMA MINORITAS
TIONGHOA.
Dr.Leo Suryadinata, di Indonesia
termasuk golongan minoritas Cina, yang mewarisi baik unsur peranakan atapun
totok.Atau termasuk golongan keturunan Cina yang secara budaya berpola lokal
dan Cina.
“Banyak ahli hukum berpendapat
bahwa RRC tidak mempunyai undang-undang kewarganegaraan sendiri serta nampaknya
RRC melanjutkan penerapan Undang-undang Kewarganegaraan 1929.Dalam
Undang-undang itu tidak ada cara bagi seorang Tionghoa untuk dapat menanggalkan
kewarganegaraan Cina kecuali meminta izin dari Menteri Dalam Negeri Cina,
tetapi kementerian hanya akan memberikan izin kalau calon telah memenuhi
kewajiban terhadap Angkatan Bersenjata Cina.
“semua warga negara Indonesia keturunan Tionghoa juga
dianggap sebagai warga negara RRC.Status kewarganegaraan ganda dari orang
Tionghoa sudah ada jauh sebelum Republik Indonesia lahir.”
(Dr.Leo Suryadinata, DILEMA MINORITAS TIONGHOA, Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Grafiti Pers, Juni 1984, halaman 121).
Tentang perjanjian dwi kewarganegaraan yang diberlakukan
pada tanggal 20 Januari 1960 ternyata partai-partai di Indonesia pecah
pendapat.PNI mendukung perjanjian tersebut dengan alasan bahwa
hal itu membantu menyelesaikan kewarganegaraan ganda yang peka itu.Namun partai
oposisi seperti Masjumi, PSI, Partai Katolik dan Parkindo (Partai Kristen
Indonesia) menentang dengan alasan, hal itu akan berakibat terlalu banyak orang
asing tinggal di Indonesia serta adanya kantor-kantor pendaftaran itu yang akan
mudah dipakai untuk maksud-maksud politis.
Salah satu pendapat yang patut dicatat adalah yang
dikemukakan oleh Sutan Mangkuto, anggota parlemen dari Masjumi, yang mengatakan
bahwa orang Tionghoa di Indonesia mempunyai kecenderungan melakukan kegiatan
yang illegal.Menurut pendapatnya, pengakuan terhadap orang Tionghoa sebagai warga
negara Indonesia akan membahayakan bangsa Indonesia.
Refrensi ; Dr.Leo Suryadinata, DILEMA MINORITAS TIONGHOA, Terjemahan
bahasa Indonesia oleh PT.Grafiti Pers, Juni 1984